Sediksi.com – Potensi dimajukannya jadwal Pilkada 2024 dari November ke September masih digodok oleh Pemerintah dan DPR.
Jika nantinya disahkan, jadwal Pilkada 2024 semula pada 27 November berpeluang dipercepat 3 bulan oleh pemerintah.
Perubahan jadwal Pilkada 2024 itu, nantinya diwujudkan oleh pemerintah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait Pilkada 2024.
Di mana usulan tersebut sudah dipaparkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat mengikuti rapat kerja (Raker) bersama Komisi II DPR RI pada Rabu, (20/9) malam.
Jika jadwal Pilkada 2024 itu memang dimajukan, ada sejumlah potensi kerawanan yang nampaknya perlu dipertimbangkan.
Hal ini karena Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 yang jaraknya semakin pendek, beresiko memunculkan sejumlah kerawanan.
Bawaslu pun tak tinggal diam, sebagai badan yang mengawasi pelaksanaan Pilkada 2024 nantinya, ada potensi kerawanan yang disebut Bawaslu jika memang Pilkada 2024 dimajukan.
Potensi Kerawanan Jika Pilkada 2024 Dimajukan
Pada raker bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta itu, anggota Bawaslu RI Herwyn JH Malonda menyebut adanya potensi kerawanan jika Pilkada 2024 dimajukan.
Ada tiga hal yang menjadi sorotannya secara tajam yakni terkait honorarium pengawas pemilu, logistik, dan keamanan antarwilayah.
Baca Juga: 3 Mekanisme Ambang Batas di Pemilu Indonesia
Kerawanan honorarium
Kerawanan pertama bagi Herwyn terkait adanya larangan duplikasi honorarium pengawas pemilu dalam Standar Biaya Masukan Kementerian Keuangan.
“Bagi Bawaslu, juga ada persoalan di pembiayaan pengawas ad hoc karena ada standar biaya masukan Kemenkeu yang melarang duplikasi pembiayaan honorium yang diterima di pemilu dan pilkada,” kata Herwyn.
Baginya, pengawas pemilu tidak bisa dimintai untuk rangkap tugas dalam mengawasi tahapan pemilu dan tahapan pilkada yang saling beririsan tersebut.
Ia melanjutkan bahwa bisa saja ada konsekuensi kenaikan honorarium atau misalnya tidak dilakukan itu, maka bisa memberikan 2 panitia pengawas masing-masing untuk pemilu dan pilkada.
Kerawanan logistik berupa ketersediaan kertas suara
Potensi kerawanan Pilkada 2024 yang kedua, terkait dengan logistik berupa ketersedian kertas.
Berkaca pada Pemilu 2019, Herwyn mengungkapkan harus adanya mitigasi terkait ketersedian kertas suara.
Mengingat, adanya jarak pencoblosan antara Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 yang hanya terpaut 7 bulan itu.
Belum lagi, jika seandainya Pilpres 2024 berlangsung secara 2 putaran. Beradasrkan jadwal yang sudah dibagikan KPU, pencoblosan putaran kedua dilakukan pada Juni 2024 atau 3 bulan sebelum pencoblosan Pilkada 2024.
Kerawan terkait keamanan
Potensi kerawanan terakhir yang disebut Herwyn ini terkait ketiadaan perbantuan personel keamanan antar wilayah.
Pada kontestasi pemilihan kepala daerah, akan ada 545 daerah yang melakukan pencoblosan Pilkada 2024 Serentak.
Artinya, dibutuhkan banyak personel gabungan untuk turut serta mengamankan proses berlangsung pencoblosan kepala daerah di Pilkada 2024.
KPU dan Bawaslu Setuju Pilkada 2024 Dimajukan
Kedua lembaga terkait pelaksanaa Pilkada 2024 yakni KPU dan Bawaslu sendiri menyatakan ketersetujuannya apabila Pilkada 2024 dimajukan.
Ketua KPU Idham Holik, mengungkapkan bahwa KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan Pilkada siap mengerjakan tugas-tugas berdasarkan Undang-Undnag.
“Jadi kalau ada perubahan Undang-Undang tentang Pilkada, tentu kami akan menyelenggarakan Pilkada sesuai dengan perubahan UU tersebut,” terangnya.
Begitu juga dengan Bawaslu yang juga setuju saja apabila Pilkada 2024 dimajukan.
“Pada prinsipnya, kami Bawaslu setuju (Pilkada 2024 maju) karena kami adalah penyelenggara pelaksana dari Undang-Undang, apapun yang nantinya akan diminta UU akan kami laksanakan,” jelasnya.
Meski setuju, Herwyn pun memberikan catatan terkait mitigasi resiko yang harus diperhatikan bersama dalam Pilkada 2024 supaya nantinya bisa sukses pemilu 2024 juga sukses pilkada 2024.