Sediksi – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana mengajukan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa, 31 Oktober 2024.
Meskipun belum pasti, dua fraksi partai politik di DPR yaitu PDIP dan PKS dikabarkan setuju mengusulkan hak angket terkait keputusan kontroversial MK atas syarat batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pada pertengahan Oktober lalu.
Politisi PDIP Masinton Pasaribu menyampaikan usulan tersebut saat rapat paripurna DPR.
“Kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak, kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh DPR. Ibu Ketua, saya Masinton Pasaribu anggota DPR RI dari daerah pemilihan DKI Jakarta menggunakan hak konstitusi saya untuk melakukan hak angket terhadap MK,” kata Masinton saat mengajukan interupsi.
Sementara itu di hari yang sama, Komisi II DPR RI bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) selesai mengesahkan Revisi Peraturan KPU (PKPU) No. 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam PKPU No. 19/2023 yang baru, KPU telah menyesuaikan persyaratan batas usia capres-cawapres mengikuti keputusan MK atas uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Seperti diketahui, MK memutuskan memperbolehkan bakal capres-cawapres berusia di bawah 40 tahun untuk mendaftar, selama para calon pernah/sedang menjadi kepala daerah dan terpilih melalui pemilihan umum.
Keputusan MK tersebut sah dan mengikat sejak diucapkan pada 16 Oktober 2023.
Namun, pasca putusan tersebut MK menjadi perhatian masyarakat karena dinilai terlibat pusaran politik menjelang pendaftaran capres-cawapres untuk Pemilu 2024.
Ketua MK Anwar Usman juga diduga memiliki konflik kepentingan dalam penanganan uji materil dan dilaporkan telah melanggar kode etik hakim MK.
Oleh karena itu, sebagian anggota DPR merasa perlu untuk mendapat penjelasan dari MK dengan mengajukan hak angket.
Tetapi, apa sebenarnya hak angket DPR?
Apa saja syarat yang harus dipenuhi untuk mengajukan hak angket?
Hak angket DPR
Hak angket DPR merupakan hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan undang-undang.
Pengertian hak angket tersebut sesuai dengan Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Anggota DPR yang berinisiatif untuk mengajukan hak angket harus menyampaikan usulnya kepada pimpinan DPR.
Selanjutnya, pimpinan akan menyampaikan kepada seluruh anggota DPR melalui rapat paripurna.
Jika para anggota setuju dengan usul hak angket, maka DPR akan membentuk panitia khusus angket yang terdiri dari semua unsur fraksi DPR.
Namun, apabila usul angket dinyatakan ditolak dan tidak mendapat dukungan yang cukup sesuai persyaratan, maka usul angket tidak dapat diajukan lagi.
Syarat pengajuan hak angket DPR
Sesuai Pasal 199 UU No.17/2014, untuk mengajukan hak angket dibutuhkan usul dari anggota DPR minimal 25 orang dan lebih dari satu fraksi.
Usulan hak angket tersebut akan disetujui jika rapat paripurna penentuan hak angket dihadiri setengah dari jumlah anggota DPR dan setengah dari anggota yang hadir sepakat mengajukan hak angket.
Mereka yang setuju menandatangani dokumen pengusulan hak angket yang paling sedikit memuat mengenai materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki beserta alasan penyelidikan.
Jika dalam dua kali masa persidangan tanda tangan persetujuan tidak terpenuhi, maka usul hak angket diputuskan gugur.
Tugas panitia khusus angket
Panitia khusus angket bertugas paling lama selama 60 hari sejak dinyatakan terbentuk.
Selama melaksanakan hak angket, panitia khusus berhak meminta keterangan dari pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, maupun masyarakat.
Apabila diperlukan, panitia khusus angket juga bisa meminta keterangan dari pihak-pihak yang dianggap terkait termasuk saksi, pakar, dan organisasi profesi.
Setelah menyelesaikan tugasnya, panitia khusus angket menyampaikan laporannya melalui rapat paripurna.
Dari hasil laporan tersebut, DPR akan memutuskan pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah bertentangan atau tidak terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jika DPR melalui rapat paripurna memutuskan hal tersebut bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan, maka DPR bisa menggunakan hak menyatakan pendapat untuk menyampaikan adanya pelanggaran hukum.