Sediksi – Pekan depan, tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan memasuki masa kampanye bagi calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).
Namun, suasana kampanye sudah mulai terasa setidaknya pada dialog, diskusi, hingga percakapan-percakapan di media sosial.
Kampanye bagi kandidat yang berkompetisi di pemilu merupakah hal legal dan pelaksanaannya diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Untuk ketentuan kampanye Pemilu 2024, KPU mengaturnya melalui Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15/2023.
Kampanye dalam PKPU nomor 15/2023 didefinisikan sebagai kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
Walaupun kampanye sah dilakukan oleh peserta pemilu, tetapi ada jenis-jenis kampanye yang dilarang.
Demi mewujudkan pemilu damai, kampanye hitam, kampanye negatif, dan kampanye terselubung adalah jenis-jenis kampanye yang dilarang.
Istilah kampanye hitam, kampanye negatif, dan kampanye terselubung mungkin sudah tidak asing karena kerap mucul ketika pemilu.
Lantas sebenarnya apa itu kampanye hitam, kampanye negatif, dan kampanye terselubung?
Kampanye hitam
Kempanye hitam menjadi jenis kampanye yang dilarang.
Kampanye hitam atau black campaign merupakan jenis kampanye yang dilakukan dengan tujuan menjatuhkan citra lawan agar peserta pemilu yang diusung terlihat lebih baik di mata masyarakat.
Jadi daripada beradu gagasan, tim kampanye yang menggunakan kampanye hitam akan memilih untuk menjelek-jelekkan peserta pemilu lainnya.
Caranya yaitu dengan menyebarkan informasi yang belum terbukti kebenarannya (hoax).
Umumnya, kampanye hitam juga dilakukan dengan cara menyerang identitas personal seseorang seperti menyinggung tentang suku, agama, ras, dan golongan dari calon tertentu.
Tuduhan atau fitnah tersebut bisa disampaikan secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi oleh pihak-pihak yang melakukan kampanye hitam.
Selain itu, pelaku kampanye hitam biasanya akan menjuluki targetnya dengan menggunakan nama-nama panggilan atau sebutan yang cenderung menghina.
Narasi dan diksi yang dipakai pelaku kampanye hitam kerap mengandung ujaran kebencian (hate speech).
Seringkali media sosial menjadi wadah kampanye hitam.
Walaupun mungkin juga poster dan selebaran digunakan untuk menyebarkan kampanye hitam.
PKPU nomor 15/2023 tidak secara spesifik mengatur tentang hukuman dan sanksi untuk tim kampanye maupun peserta pemilu yang melakukan kampanye hitam.
Namun, Undang-Undang Pemilu nomor 7/2017 pasal 521 mengatur tentang sanksi pidana dan denda bagi pelaksana, peserta, maupun tim kampanye yang terbukti melanggar larangan pelaksanaan kampanye.
Bagi pelaku yang terbukti melanggar dapat dipidana penjara maksimal dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp 24 juta.
Disebutkan pada pasal 280 ayat 1 UU Pemilu, salah satu larangan kampanye yaitu dilarang menghina peserta pemilu lain dengan menyinggung agama, suku, ras, dan golongan.
Di sisi lain, apabila terdapat bukti yang cukup dan pelaku kampanye hitam menggunakan media sosial untuk menyebarkan kebencian dan menghina kandidat tertentu, maka pelaku bisa dilaporkan ke Polisi karena melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menurut pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 UU ITE, pelaku kampanye hitam di media sosial bisa dikenai sanksi pidana enam tahun penjara.
Kampanye negatif
Sementara itu ada perbedaan antara kampanye hitam dengan kampanye negatif, meskipun keduanya sama-sama bertujuan untuk membuat kandidat lawan di pemilu terlihat lebih buruk.
Kampanye negatif merupakan kampanye yang dilakukan dengan menunjukkan kesalahan dan mencari-cari kelemahan pesaing dari peserta pemilu.
Beda kampanye negatif dengan kampanye hitam terlihat dari argumen kampanye negatif yang biasanya dilengkapi dengan data pendukung.
Data pendukung tersebut digunakan untuk menegaskan jika peserta pemilu yang menjadi lawan memiliki keburukan dan kelemahan.
Hal-hal yang diungkap dalam kampanye negatif bisa seputar kapasitas, rekam jejak, dan kinerja dari kandidat yang menjadi target.
Meskipun kampanye negatif mengungkapkan fakta, namun beberapa pelaku kampanye negatif bisa saja melakukan pelintiran alias memutar balikkan fakta.
Pelaku kampanye negatif mengabaikan informasi lain dan memilih menggunakan fakta tertentu (cherry picking) hanya untuk membuat citra lawan semakin buruk.
Sama seperti kampanye hitam, kampanye negatif juga menjadi jenis kampanye yang dilarang.
Namun, pelaku kampanye negatif tidak bisa dijerat sanksi pelanggaran kampanye secara hukum meski rasanya tidak patut secara etika.
Di sisi lain, kampanye negatif terkesan tidak elegan karena terlalu menghalalkan segala cara demi membuat peserta pemilu atau calon yang menjadi jagoan tim kampanye terlihat lebih baik.
Kampanye terselubung
Jenis kampanye yang dilarang lainnya yaitu kampanye terselubung.
Kampanye terselubung atau kampanye ilegal merupakan jenis pelanggaran kampanye yang diatur melalui UU Pemilu.
Kampanye terselubung bisa diartikan kampanye yang dilakukan di luar jadwal KPU, tidak seizin KPU, atau dilakukan menggunakan medium yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur KPU.
Sesuai peraturan dari KPU, peserta pemilu dilarang melakukan kampanye sebelum masa kampanye dan selama masa tenang.
Berdasarkan pasal 492 UU Pemilu, setiap orang yang melakukan kampanye di luar jadwal dari KPU bisa dikenai sanksi denda maksimal Rp 12 juta dan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Kampanye terselubung bisa dilakukan oleh siapapun, baik warga, partai politik, tim kampanye, dan kandidat calon yang maju di pemilu.
Beberapa tempat yang dilarang untuk digunakan berkampanye seperti rumah ibadah, fasilitas kesehatan, lembaga pemerintahan, dan satuan pendidikan kecuali perguruan tinggi.
Lebih jauh, kampanye terselubung dilarang karena mencederai prinsip kampanye yang diusung penyelenggara untuk mewujudkan pemilu yang damai.
Kampanye terselubung seperti memasang baliho sebelum masa kampanye termasuk melanggar ketertiban dan kepentingan umum.
Pelaku kampanye terselubung juga melanggar prinsip adil karena sengaja mencuri start dalam berkampanye.