Sediksi.com – Setelah tiga tahun pandemi Covid-19 berlangsung, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mencabut status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau kegawatdaruratan pandemi pada 5 Mei 2023.
Artinya situasi pandemi global mulai mereda dan semakin banyak negara yang mencabut status pandemi Covid-19. Termasuk di Indonesia yang pemerintahnya telah menetapkan Indonesia memasuki masa endemi Covid-19 mulai 21 Juni 2023.
Dengan berubahnya status dari pandemi menjadi endemi setelah tiga tahun, maka besar kemungkinan berbagai aktivitas sehari-hari bisa kembali seperti semula, seperti sebelum adanya pandemi.
Salah satunya, kembalinya kebijakan Work from Office (WFO), setelah mayoritas pekerjaan harus dikerjakan secara Work from Home (WFH), transisi kebijakan kerja secara masif yang belum pernah dibayangkan oleh kebanyakan orang sebelumnya.
Meskipun perlahan kembali normal, para ahli mengatakan bahwa sistem kerja kantoran penuh waktu sudah ‘mati’. Sedangkan sistem WFH justru tetap berlanjut, sekalipun pandemi sudah berlalu.
Sistem kerja hybrid dinilai paling ideal
Setelah masa pandemi berakhir, rupanya tidak menjadikan sistem WFH yang berlangsung selama tiga tahun terakhir, berakhir.
Justru, sistem kerja kantoran penuh waktu lah yang berakhir. Begitu yang disampaikan oleh Nick Bunker, seorang ekonom yang bekerja di situs kerja Indeed.
Salah satu faktor utama bertahannya WFH adalah banyaknya keuntungan yang didapatkan dari sistem ini dari pengalaman tiga tahun berlakunya WFH.
Karena ternyata karyawan tetap bisa memberikan performa terbaiknya sekalipun tidak datang ke kantor.
Sehingga fleksibilitas kerja inilah yang menjadi pertimbangan banyak tempat kerja dalam menyusun ulang kebijakan mereka, terutama pasca pandemi.
Maka dari itu, kini semakin banyak tempat kerja yang memberlakukan gabungan antara WFH dan WFO yang disebut sistem hybrid.
Adapun maksud sistem hybrid adalah misalnya membagi waktu kerja seminggu menjadi dua hari WFH dan tiga hari WFO.
Dari sistem hybrid yang sudah efektif berlaku, rata-rata produktivitas karyawan menjadi sedikit lebih meningkat. Hal ini disampaikan oleh Nicholas Bloom, seorang ekonom di Universitas Stanford yang telah meneliti kerja jarak jauh (remote work) selama dua dekade belakangan.
Temuan yang sama juga dilaporkan oleh hasil survei McKinsey, 87% responden setuju bahwa memiliki pilihan untuk bekerja dari rumah atau tempat selain kantor bisa meningkatkan produktivitas kerja.
Dari hasil penelitian Bloom, persentase remote work tahun 2019 adalah 5%. Angka tersebut melonjak drastis menjadi 60% pada April–Mei 2020 atau awal masa pandemi.
Tahun 2023 ini, persentase menurun dengan stabil menjadi 27% yang diprediksi akan stabil di angka 25%.
Meskipun tersisa 25%, angka ini tetap lima kali lebih tinggi dari tahun 2019. Artinya, remote work akan tetap berlanjut dengan syarat diimbangi dengan WFO yang kemudian disebut sebagai sistem hybrid.
Baca Juga: 5 Negara yang Menerapkan 4 Hari Kerja
Mengapa semakin banyak tempat kerja mendorong sistem hybrid pasca pandemi?
Setelah melalui pandemi dan proses adaptasi akibat situasi yang serba tidak tentu, perusahaan sendiri akhirnya melihat bahwa sistem ini sangat menguntungkan karena bisa memangkas anggaran rekrutmen pegawai baru.
Tapi dalam skenario terjadinya krisis di perusahaan, opsi remote work yang ‘hemat biaya’ ini juga dianggap lebih mampu bertahan dalam menghadapi kondisi resesi.
Artinya dalam kondisi krisis, baik yang disebabkan oleh pihak luar tempat kerja ataupun dalam, karyawan tetap bisa bekerja dan memberikan performa yang sama dengan ketika bekerja di kantor.
Tidak hanya itu, perusahaan juga bisa menjaring talent pool yang lebih luas lagi karena tidak harus bertemu dengan kandidat secara fisik.
Hilangnya satu aspek ini ternyata tidak mengubah proses rekrutmen pegawai baru ke arah yang lebih negatif, justru sebaliknya.
Julia Polla, ekonom Ziprecruiter mengatakan bahwa tren remote work ataupun sistem hybrid saat ini masih berkembang.
Ia meyakini ke depannya, dua sistem tersebut akan menjadi lebih populer lagi dan akan sampai pada masa dimana sistem tersebut dianggap sebagai sistem yang normal.
Memang banyak keuntungan yang bisa didapatkan dari memberlakukan sistem hybrid bagi karyawan maupun perusahaan.
Payung besar faktornya adalah banyak bidang pekerjaan di mana karyawan terbukti tetap bisa menyelesaikan pekerjaannya meskipun tidak berada di kantor.
Penelitian Bloom juga menemukan bahwa remote work telah menghemat 70 menit waktu yang rata-rata orang habiskan di perjalanan untuk ke kantor dan pulang. Setidaknya menghemat waktu sekitar 30 menit yang bisa digunakan untuk bekerja.
Menurut ZipRecruiter yang meneliti pada studi kasus di Amerika Serikat (AS), sekitar 39% karyawan baru saat ini direkrut dengan sistem kerja hybrid, 18% lainnya sepenuhnya remote work.