Sediksi.com – International Atomic Energy Agency (IAEA), organisasi pengawas nuklir menyetujui rencana pembuangan limbah nuklir Fukushima ke laut pada hari Selasa (4/7).
Sejak diumumkan dua tahun lalu, rencana ini menuai kontroversi dari negara-negara tetangganya seperti Korea Selatan dan Tiongkok, termasuk dari beberapa masyarakat Jepang sendiri yang mengkhawatirkan terjadinya kontaminasi.
Rupanya, mengantongi izin IAEA tidak cukup untuk meyakinkan mereka bahwa tindakan ini akan berjalan dengan lancar. Justru, protes berlanjut.
Limbah nuklir yang dibuang dari Fukushima bukan limbah nuklir biasa
Mengalirkan air limbah nuklir ke laut adalah hal yang biasa. Tapi karena ini berasal dari Fukushima, maka tindakan yang diperlukan juga tidak seperti biasa.
Tsunami Jepang yang terjadi pada tahun 2011 merusak parah pembangkit nuklir. Lebih dari satu juta ton air limbah yang telah diolah terkumpul di Fukushima.
Tepco, perusahaan layanan listrik Jepang telah menyaring air Fukushima melalui sistem yang dinamai Advanced Liquid Processing System (ALPS). Yaitu sistem yang bisa mengurangi partikel radioaktif dalam air hingga memenuhi standar aman untuk dibuang.
Kekurangan dari sistem tersebut adalah tidak bisa menyaring tritium dan carbon-14 yang merupakan zat radioaktif dari partikel hidrogen dan karbon, dua unsur yang sulit dipisahkan dari air.
Masalahnya, air mengalir. Jika air yang masih mengandung tritium dan carbon-14 ini dibuang ke laut, ada kemungkinan mencemari dan membahayakan lingkungan, bahkan manusia.
Keduanya zat tersebut memiliki tingkat radiasi yang sangat rendah tapi tetap bisa beresiko jika dikonsumsi dengan jumlah yang banyak.
Untuk itu, air yang mengandung tritium dan carbon-14 tersebut akan melalui proses lanjutan. Air akan dilarutkan dengan air laut untuk mengurangi tingkat konsentrasi zat yang tersisa sebelum dialirkan ke laut.
Tepco meyakinkan bahwa sistem katupnya ini bisa memastikan tidak ada air limbah nuklir yang lolos langsung ke laut.
Pemerintah Jepang juga meyakinkan bahwa level tritium yang paling terakhir sekitar 1.500 becquerel per liter, sudah sangat aman dibanding level yang disyaratkan oleh World Health Organization sebagai air minum dan organisasi pengawas atau regulator nuklir.
“Air yang nantinya dibuang ini hanya satu tetes bagi laut, dari segi volume maupun tingkat radioaktifnya. Tidak ada bukti tingkat radioisotop serendah ini akan menyebabkan gangguan kesehatan,” kata Gerry Thomas, ahli patologi molekuler yang bekerja untuk peneliti radiasi Jepang sekaligus yang menyarankan ke IAEA soal Fukushima.
Tiongkok, Korea Selatan, dan organisasi lingkungan lainnya tolak rencana Jepang
Sebagai negara tetangga, Tiongkok meminta Jepang untuk mendapat persetujuan dari negara-negara kawasan dan institusi internasional sebelum mengalirkan air limbah nuklir Fukushima tersebut.
Hubungan Tiongkok-Jepang sendiri sedang tidak baik-baik saja karena ketegangan antara keduanya meningkat akibat aktivitas militer Jepang baru-baru ini dan tindakan Tiongkok terhadap Taiwan.
Tetangganya yang lain, hubungan Korea Selatan-Jepang sedang baik-baik saja dan hal ini tidak menyurutkan protes warga Korea Selatan terkait rencana pembuangan air limbah nuklir Fukushima ke laut.
Rencana ini, justru menjadi alasan baru bagi warga Korea Selatan untuk marah pada Jepang.
“Padahal pemerintah sudah menegakkan kebijakan larangan membuang limbah sembarangan ke laut, tapi nyatanya tidak mengatakan apa-apa tentang rencana Jepang yang ini,” kata Park Hee-jun, nelayan Korea Selatan saat mengikuti demo penolakan pembuangan air limbah nuklir Fukushima.
Ribuan warga Korea Selatan berkumpul di Seoul pada hari Selasa meramaikan demo penolakan pembuangan air limbah nuklir Fukushima ke laut (4/7). Demo ini sendiri telah dilakukan beberapa kali sejak 1 Juli 2023.
Penolakan dengan nada yang sama juga disampaikan oleh aktivis lingkungan seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Greenpeace.
Beberapa ilmuwan lainnya juga mengkritik rencana Jepang ini dan menyarankan agar air limbah nuklir tersebut sebaiknya disimpan sampai mereka memiliki teknologi yang bisa mengolah limbah tersebut dengan sepatutnya, dan membiarkan zat radioaktif yang tersisa untuk berkurang secara alami.
Sebab meski satu pihak ilmuwan menyatakan bahwa pembuangan air limbah nuklir yang masih mengandung tritium dan carbon-14 ke laut ini bisa dikatakan sudah aman, ilmuwan lainnya mengatakan dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek samping dari tindakan tersebut terhadap kehidupan bawah laut.
Jepang akan tetap melakukannya
Terlepas dari protes yang masih berlangsung, Jepang memutuskan untuk tetap melanjutkan rencananya. Mereka merasa persetujuan IAEA cukup meyakinkan.
Demo warga Korea Selatan selama berhari-hari itu pun ditanggapi oleh Presiden Korea Selatan hanya dengan ucapan agar mereka menghormati keputusan Jepang.
Lagipula, Jepang sudah mendapatkan persetujuan dari IAEA, salah satu organisasi pengawas nuklir utama. Sehingga yang akan dilakukan Jepang selanjutnya membuang air limbah nuklir yang paling cepat akan dimulai Agustus nanti.