Sediksi.com – Pemilihan Umum (pemilu) Turki 2023 putaran kedua akan dilaksanakan pada Minggu, 28 Mei 2023 nanti. Pemilu ulang ini dilakukan karena pemilu sebelumnya gagal menemukan pemenang mutlak dari keempat kandidat.
Dua kandidat dengan suara terbanyak dari pemilu sebelumnya akan diadu. Mereka adalah Recep Tayyip Erdogan (Erdoğan) dan Kemal Kilicdaroglu (Kılıçdaroğlu).
Jika Erdogan yang juga seorang presiden inkumben Turki, memenangi pemilu, ia bakal menambah masa kekuasaannya. Tak hanya itu, ia juga telah memimpin Turki selama 20 tahun lebih.
Sebaliknya, jika Kemal memenangkan pemilu putaran dua ini, maka Turki akan memasuki era baru.
Dukungan Turki terpecah
Pemilu putaran kedua ini mempertemukan Erdogan dari partai konservatif, dan Kemal dari partai liberal. Kedua partai ini memiliki pandangan politik yang bertolak belakang.
Pada putaran pertama, hasil penghitungan suara menunjukkan Kemal mendapatkan suara 4% lebih rendah dari Erdogan. Perbedaan yang tipis ini bisa memberi gambaran yang cukup akan seperti apa dampak dari hasil pemilu putaran kedua nanti.
Warga Turki yang mendukung Kemal adalah kelompok orang yang mengharapkan perubahan besar di Turki. Sebab sudah selama lebih dari 20 tahun, Turki dipimpin oleh Erdogan. Artinya generasi muda Turki yang lahir pada awal-awal tahun 2000 tidak pernah mengenal presiden Turki lain selain Erdogan.
Masa kepemimpinan Erdogan dimulai pada tahun 2003, ketika ia ditunjuk sebagai Perdana Menteri (PM) Turki. Pada masa tersebut, PM adalah figur politik penting di Turki, lebih penting dari presiden bahkan.
Kemudian Erdogan mengubahnya dalam referendum konstitusi tahun 2017 menjadi sistem presidensial sehingga presiden adalah figur politik utama di Turki, dan bukan PM lagi.
Erdogan sendiri terpilih sebagai presiden dua kali, yaitu pada tahun 2014 dan 2018. Sehingga pemilu tahun ini menjadi kesempatannya untuk melanjutkan kepemimpinannya yang ketiga.
Sinan Oğan, salah satu kandidat presiden yang menempati posisi ketiga dalam pemilihan suara memutuskan untuk mendukung Erdogan dalam pemilu putaran kedua ini.
Dukungan Sinan yang berasal dari partai ultranasionalis dan anti-migran ini penting bagi Erdogan karena dapat meningkatkan potensi kemenangannya di pemilu kedua. Tidak hanya itu, Sinan juga menegaskan pentingnya presiden terpilih nanti berasal dari parlemen yang sama.
Aliansi pendukung Kemal, partai oposisi yang juga mendukung sekularisme juga dirasa tidak cukup meyakinkan untuk bisa melawan Aliansi Rakyat yang sudah 20 tahun berkuasa, apalagi menjamin masa depan Turki.
Sebagai kandidat yang mendapatkan suara terbanyak ketiga, Sinan sendiri menarik suara dari warga Turki yang tidak menyetujui kebijakan Erdogan, tapi juga tidak mendukung Kemal.
Sehingga, dalam pemilu putaran kedua nanti bisa saja pendukungnya memilih Erdogan. Beberapa lainnya mungkin lebih memilih Kemal, atau bahkan tidak memilih siapapun.
Baca Juga: Rangkuman KTT G7 2023 Hiroshima: Protes Anti-G7 hingga Kehadiran Presiden Ukraina secara Mendadak
Mengapa rakyat Turki masih memilih Erdogan?
Selama Erdogan berkuasa, banyak warga Turki yang sudah memprotes kebijakan-kebijakannya. Salah satu yang paling anyar ialah terkait krisis ekonomi yang menimpa Turki sejak 2018 hingga sekarang dan lambatnya respon pemerintah terhadap bencana gempa bumi Februari lalu hingga menewaskan setidaknya 50.000 orang.
Soli Ozel, profesor yang mengajar Hubungan Internasional di Universitas Kadir Has menyatakan, “Erdogan adalah presiden ‘Teflon.” Presiden Teflon adalah istilah untuk mendeskripsikan presiden yang mudah mendapat pemaafan dari rakyatnya terlepas dari kesalahan-kesalahannya, layaknya panci teflon yang anti kotor.
“Tidak bisa disangkal Erdogan memang berkarisma dan memancarkan aura kekuasaan yang tidak dimiliki Kemal,” imbuhnya.
Dalam salah satu pernyataan Erdogan ketika berkampanye, ia meyakini akan mendapatkan banyak suara dari warga negara Turki yang tinggal di luar negeri. Seperti pada pemilu tahun 2018 di mana ia mengumpulkan suara sebanyak 60% dari mereka.
Diketahui, kebanyakan suara tersebut berasal dari warga Turki yang tinggal di Jerman karena menjadi negara diaspora Turki terbanyak. Kemudian diikuti dengan Qatar, Iran, Inggris, dan Amerika Serikat.
Setelah melihat hasil pemilu pada tahun 2018 tersebut, warga negara Turki yang tinggal di Jerman dikritisi karena bersikap kontradiktif dengan memilih kandidat konservatif Turki, tapi justru memilih partai hijau atau sosial demokrat di Jerman. Kritik ini, justru mendorong mereka semakin lebih memilih Erdogan daripada kandidat lain.
Selama masa kepemimpinannya, Erdogan berhasil membuat Turki mendapatkan pengakuan internasional. Ia membuat Turki menjadi salah satu negara berpengaruh dengan salah satunya menjadi anggota G20, yang merupakan forum negara-negara dengan ekonomi terkuat di dunia.
Pencapaian ini membuat banyak orang Turki bangga dengan negaranya, termasuk warga Turki yang tinggal di luar negeri.
Baca Juga: Ketegangan Global Sebabkan Perdagangan Senjata di Inggris Meningkat, Termasuk Donor ke Ukraina
Koalisi Oposisi
Jika Erdogan kalah dalam pemilu putaran kedua ini, Kamal yang termasuk dalam partai oposisi perlu membentuk koalisi partai yang kuat. Koalisi yang kuat diharapkan bisa mengamankan pemerintahan Kemal.
Untuk menciptakan pemerintahan yang kuat, proses yang dilalui Kemal mungkin akan sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Sebab 20 tahun lebih masa kekuasaan Erdogan memang akan sulit untuk disingkirkan dalam waktu yang singkat.
Belum lagi potensi demo dan serangan karena sebenarnya banyak pihak konservatif yang belum siap dengan kemungkinan pihak liberal memenangkan pemilu dan kembali memimpin Turki seperti sebelum era Erdogan.