Sediksi – Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) mengenai ketentuan eks koruptor bisa maju sebagai calon legislatif (caleg).
Berdasarkan keputusan MA, KPU harus mencabut pasal 11 ayat (6) PKPU No. 10 tahun 2023 dan pasal 18 ayat (2) PKPU No. 11 tahun 2023.
Selain itu, MA juga memerintahkan KPU sebagai termohon membayar biaya perkara sebesar 1 juta rupiah.
Putusan MA ini memenangkan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih yang pada bulan Juni 2023 mengajukan keberatan atas pasal 11 ayat (6) PKPU Nomor 10 tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pada gugatan yang sama koalisi juga mengajukan uji materi pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Kedua pasal tersebut dianggap bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2022 dan 2023 yang menguatkan ketentuan eks koruptor harus melalui jeda waktu lima tahun setelah menjalani masa hukuman sebelum kembali mencalonkan diri di pemilihan umum (pemilu) legislatif.
Memudahkan eks koruptor maju ke pemilu
Kedua pasal yang digugat pada masing-masing PKPU dianggap memudahkan eks narapidana kasus korupsi maju sebagai caleg.
Terutama bila narapidana kasus korupsi tersebut sudah mendapat hukuman tambahan dari pengadilan berupa pencabutan hak politik.
Padahal berdasarkan pengamatan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), masa hukuman pencabutan hak politik bagi koruptor dari pengadilan bisa saja kurang dari lima tahun tahun.
Jauh lebih pendek dari jeda waktu yang telah ditentukan oleh KPU sendiri pada PKPU yang sama.
Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan ketentuan pada kedua pasal tersebut dapat dimanfaatkan oleh terpidana kasus korupsi yang mendapatkan tambahan hukuman pencabutan hak politik dari pengadilan.
“Jadinya, orang yang mendapat sanksi pencabutan hak politik berapapun sanksi pencabutan hak politiknya, mau enam bulan atau satu tahun, dia nggak kena sanksi masa jeda itu,” ujar Fadli, dikutip dari BBC Indonesia.
Mengurangi efek jera
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih yang menggugat dua pasal di kedua PKPU merupakan gabungan dari ICW, Perludem, dan dua komisioner KPK yaitu Saut Situmorang dan Abraham Samad.
Koalisi menilai dengan adanya dua pasal di kedua PKPU tersebut, KPU telah mengabaikan hak pemilih untuk mendapat calon anggota legislatif (caleg) yang secara administratif bersih dan memiliki integritas.
Selain mengabaikan hak pemilih, PKPU tersebut dianggap kontradiktif terhadap upaya penanganan korupsi karena mengurangi efek jera bagi koruptor.
Pemberian jeda waktu untuk berkegiatan normal terutama kembali berpolitik selayaknya warga negara secara umum sengaja diberikan sebagai bentuk hukuman di luar dari masa tahanan.
Tanggapan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan MA dan gugatan yang dilakukan Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih.
Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan jika keputusan MA telah selaras dengan semangat pemberantasan korupsi dengan memberi efek jera kepada pelakunya.
“Penerapan pidana tambahan pencabutan hak politik bertujuan untuk membatasi partisipasi pelaku dalam proses politik, seperti hak memilih atau dipilih sebagai konsekuensi dari tindak pidana yang pernah dilakukan,” kata Ali Fikri mengutip Metrotv.
Pembelaan KPU
Saat gugatan didaftarkan ke MA pada Juni lalu, KPU menyampaikan jika akan menghormati proses uji materi yang berlangsung di MA.
Anggota KPU Idham Kholik mengatakan jika KPU telah melalui prosedur pembuatan peraturan yang ada saat menyusun PKPU No. 10/2023 dan PKPU No. 11/2023 diantaranya dengan melakukan uji publik, konsultasi dengan DPR dan Pemerintah, hingga harmonisasi peraturan perundang-undangan.
Daftar Calon Tetap (DCT) caleg akan diumumkan KPU pada bulan November mendatang.
Sampai waktu yang ditentukan masih ada kesempatan bagi KPU dan partai politik untuk mengubah Daftar Calon Sementara (DCS).
Saat ini ICW menemukan sekitar 24 caleg dengan status eks koruptor berencana maju ke Pemilu 2024.
Dengan keputusan MA tersebut maka para caleg eks koruptor yang masih belum menjalani masa jeda lima tahun setelah menyelesaikan hukumannya dipastikan harus tercoret dari DCS.