Sediksi.com – Sepak bola bukan cuman soal ketangkasan mengolah si kulit bundar atau soal kemampuan fisik para pemainnya. Ia juga membutuhkan strategi mumpuni untuk mengorganisasi 11 orang di atas lapangan agar permainan dapat berjalan dengan baik.
Pada titik inilah taktik bermain mengambil peran penting. Ada berbagai macam sistem bermain dalam sepak bola, yang merupakan hasil dari perkembangan olahraga ini dari masa ke masa.
Sehingga, bagaimana sepak bola dimainkan hari ini sangat dipengaruhi oleh evolusi taktik sepak bola itu sendiri. Artikel ini akan membahas terkait perkembangan sistem bermain dalam olahraga yang paling digemari ini. Simak ulasan evolusi taktik sepak bola berikut.
Evolusi Taktik Sepak Bola
Sistem W-M
Sistem bermain ini mulai populer digunakan pada awal abad 20. Disebut W-M karena posisi pemain di lapangan membentuk huruf W serta M di dalam formasi 3-2-2-3.
Ide pola bermain ini sendiri muncul sebagai respon atas perubahan pada aturan offside kala itu, yaitu ‘aturan 3 pemain’ diubah menjadi ‘aturan 2 pemain.’
Dampak dari hal ini ialah para penyerang lebih dimudahkan tetap berada dalam posisi onside. Sehingga, banyak tim saat itu bermain dengan jumlah penyerang yang lebih banyak.
Formasi W-M hadir untuk menangkal hal ini dengan menambahkan pemain bertahan lain dalam sistemnya. Formasi W-M juga hadir untuk melawan formasi menyerang 2-3-5 yang cukup populer diterapkan pada 1920-an.
Pelatih Arsenal di periode 1930-an, Herbert Chapman, berhasil meraih kesuksesan dari penerapan sistem W-M. Di bawah asuhannya, The Gunners sukses memenangkan 2 gelar First Division, 1 FA Cup, dan 3 FA Charity Shield.
Catenaccio
Istilah Catenaccio diambil dari bahasa Italia yang artinya ‘gerendel pintu.’ Sehingga, tidak mengherankan jika sistem bermain satu ini sangat berfokus untuk menciptakan lini pertahanan yang sulit ditembus.
Nereo Rocco bersama Padova disebut-sebut sebagai pelatih yang mempopulerkan Catenaccio di Italia. Sistem ini kemudian mengalami perkembangan lebih lanjut dan melahirkan posisi Libero atau Sweeper. Libero umumnya ditempatkan di antara kiper dan 3 pemain bertahan.
Salah satu contoh tersukses penerapan gaya Catenaccio di Italia dapat dilihat pada kesuksesan Inter Milan pada periode 1960-an di bawah asuhan Helenio Herrera yang sukses merengkuh 3 gelar Serie A dan 2 European Cup (Liga Champions).
Meskipun sangat populer di Italia, sistem bermain yang berorientasi pada pertahanan yang solid dapat dilacak kemunculannya di Swiss, di mana Karl Rappan sebagai pionirnya pada periode 1930-an. Rappan memodifikasi formasi 2-3-5 dan mengubahnya ke dalam sistem 4 pemain bertahan. Sistem ini dikenal dengan nama verrou.
Total Football
Evolusi taktik sepak bola selanjutnya beralih pada gaya bermain ‘cair’ yang dipopulerkan oleh pelatih legendaris, Rinus Michels, serta penerusnya, Johan Cruyff, pada periode 1970-an dan 1980-an. Sistem ini dikenal dengan nama Total Football, yang menekan pada fluiditas peran dan posisi para pemain di atas lapangan.
Sistem ini bertujuan untuk memanfaatkan ruang dan membuat lapangan menjadi lebih besar agar sirkulasi bola dari pemain ke pemain tetap berjalan dalam proses penciptaan peluang.
Di sisi lain, atau saat tim berada dalam posisi bertahan, gaya Total Football mencoba membuat lapangan menjadi lebih kecil. Garis pertahanan tinggi akan diterapkan untuk membatasi ruang gerak lawan.
Meskipun Michels dan Cruyff dianggap sebagai sosok yang paling berpengaruh dalam gaya permainan ini, blueprint Total Football sebenarnya bisa dilacak lebih jauh ke belakang.
Hal ini bisa ditemukan pada gaya bermain ‘Wunderteam’ Austria pada periode 1930-an serta ‘Magical Magyars’ Hungaria pada periode 1950-an, di mana keduanya sempat menjadi salah satu kekuatan paling disegani di Eropa.
Tiki-Taka
Evolusi taktik sepak bola memasuki era yang lebih modern yang ditandai dengan kemunculan sistem bermain yang dikenal dengan sebutan ‘tiki-taka’ yang berhasil mengguncang jagat sepak bola.
Saat itu, Pep Guardiola bersama Barcelona muncul sebagai kekuatan paling dominan, di mana mereka berhasil merengkuh total 14 trofi dari tahun 2008 hingga 2012.
Kesuksesan tiki-taka di level klub juga diikuti dengan pencapaian di tingkat internasional. Timnas Spanyol berhasil menjuarai 3 turnamen besar secara berturut-turut, yaitu Euro 2008, Piala Dunia 2010, serta Euro 2012.
Tiki-taka sendiri merupakan turunan dari sistem Total Football. Pengaruh kuat Johan Cruyff di Barcelona, utamanya saat menjadi pelatih dari tahun 1988 hingga 1996, menjadi fondasi perkembangan gaya bermain ini ke tahap selanjutnya.
Tiki-taka menekankan pada pengusaan bola tinggi dengan menggunakan umpan-umpan pendek yang disertai dengan pergerakan yang cair dari para pemain. Prinsip dasarnya terkait dengan pemanfaatan ruang secara efisien.
Dalam penerapannya, para pemain dituntut untuk terus bergerak, berotasi, serta mencari ruang dengan mengikuti konsep positional play (membagi lapangan ke dalam beberapa zona), agar bola dapat terus berpindah hingga mencapai area sepertiga akhir musuh.
Sehingga, tiki-taka bukan sekedar menguasai bola secara terus-menerus, tapi menguasai bola dengan tujuan untuk menciptakan peluang dan, tentu saja, mencetak gol.
Gegenpress
Gegenpress atau counter pressing merupakan filosofi bermain yang menekankan pada upaya untuk memenangkan kembali bola segera setelah kehilangannya. Hal ini dilakukan dengan pressing ketat kepada musuh secara terorganisir dan sebagai satu kesatuan.
Gegenpress akan sangat bermanfaat, terutama jika bola dimenangkan kembali di area yang lebih tinggi dan lawan biasanya tidak berada dalam bentuk pertahanan yang lebih baik, sehingga peluang untuk menciptakan peluang lebih terbuka lebar dari sebelumnya.
Selain itu, merebut bola kembali sesaat setelah kehilangannya dapat mencegah lawan melakukan serangan balik.
Dalam penerapannya, umumnya akan ada rentang waktu tertentu yang diberikan kepada pemain terkait berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memenangkan bola kembali.
Sebab, melakukan pressing terorganisir dengan intensitas tinggi tidak selalu menjadi jaminan bola akan berhasil dimenangkan. Jika bola gagal dimenangkan dalam rentang waktu pressing yang telah ditetapkan, maka pemain harus berhenti melakukan pressing ketat dan kembali ke dalam formasi bertahan.
Kepopuleran serta kesuksesan sistem bermain ini seringnya dapat dilihat pada pelatih-pelatih yang akrab dengan sepak bola Jerman. Nama-nama seperti Jurgen Klopp, Julian Nagelsmann, Ralf Rangnick, atau Thomas Tuchel menjadi beberapa contoh terbaiknya.
Demikian ulasan mengenai evolusi taktik sepak bola dari masa ke masa. Dari sini dapat dilihat bahwa cara para pesepakbola diorganisir di atas lapangan merupakan hal yang kompleks dan selalu punya ruang untuk berkembang.