Sediksi.com – Iran telah menakut-nakuti Israel dengan menyelenggarakan peresmian rudal buatan dalam negeri pertamanya Selasa lalu, setelah melalui proses produksi selama tiga tahun (6/6).
Peresmian rudal jenis hipersonik yang dinamai Fattah ini dihadiri oleh Ebrahim Raisi, Presiden Iran dan komandan senior Garda Revolusi Iran.
Sebelumnya, Iran juga mengatakan rudal hipersonik buatan mereka mampu menghantam Israel hanya dalam waktu 400 detik.
Rudal Fattah untuk Israel
Rudal hipersonik buatan Iran yang dinamai Fattah atau “Sang Penakluk” dalam Bahasa Farsi itu diklaim memiliki jangkauan 1.400 km untuk bisa melaju 15 kali lebih cepat dari kecepatan suara dan melewati sistem pertahanan udara tanpa kendala.
Kecepatan dan kemampuan manuver rudal hipersonik diyakini membuat mereka sulit dicegat.
Sampai saat ini, hanya Amerika Serikat, Tiongkok, dan baru bertambah satu, Iran yang mengklaim memiliki rudal hipersonik. Sedangkan Rusia memang diketahui sudah jelas memiliki rudal hipersonik tersebut.
“Rudal ini bisa melewati sistem rudal anti balistik paling canggih milik Amerika Serikat dan rezim zionis, termasuk Iron Dome milik Israel,” kata Ebrahim Raisi melalui sebuah segmen di stasiun TV Iran November lalu.
Kemudian, peresmian Fattah juga dilakukan sebagai upaya “menakut-nakuti” yang akan menjadi kunci keamanan dan perdamaian untuk kawasan tersebut, terutama dari ancaman pelaku kejahatan ataupun agresi luar.
Rudal hipersonik dan ketegangan antara Israel dan Iran yang berlangsung selama bertahun-tahun menunjukkan target serangan Iran atas segala upaya meningkatkan produksi senjata sudah jelas, yaitu Israel.
Baca Juga: Ketegangan Global Sebabkan Perdagangan Senjata di Inggris Meningkat, Termasuk Donor ke Ukraina
Israel siapkan sistem untuk menembak jatuh Fattah
Rafael, Perusahaan teknologi dan pertahanan Israel, mengumumkan sedang mengerjakan pengembangan sistem untuk menembak jatuh Fattah dan menamai sistem ini “Sky Sonic”.
Yuval Steinitz, pimpinan Rafael menyatakan ancaman nyata dari rudal hipersonik bukan pada kecepatannya, tapi kemampuan manuver dan mengubah arah lintasannya.
Sedangkan masih ada banyak negara, termasuk pertahanan multi-tingkat yang dimiliki Israel merasa belum mampu menghadapi ancaman semacam itu.
Oleh karenanya, proyek Sky Sonic ini diharapkan menghasilkan sistem pertahanan misil yang, “serba bisa dan mampu menembak jatuh semua rudal hipersonik, terbang tinggi atau rendah, manuver tajam ataupun ringan.”
Meskipun merasa kesulitan karena yang dihadapi adalah rudal jenis hipersonik, ia tetap percaya diri dengan kemampuan sistem Sky Sonic ini.
Di samping itu, Yoav Har-Even, CEO Rafael mengklaim proyek ini sudah diputuskan sejak tiga tahun lalu, jauh sebelum publik mengetahui hal ini.
“Kami mengidentifikasi ini sebagai hal selanjutnya yang mesti segera ditemukan solusinya,” lanjutnya.
Ia juga menjelaskan bahwa alasan awal menginisiasi proyek ini adalah untuk dua misi utama perusahaan: mengembangkan solusi terkait pertahanan dan teknologi Israel.
Perusahaan Rafael ini menekankan agar proyek Sky Sonic ini pada dasarnya bisa beradaptasi untuk berbagai kemungkinan, termasuk rudal hipersonik Iran, jenis rudal kuat yang belum banyak dimiliki oleh negara-negara.
Aliansi Iran-Rusia semakin kuat dengan sama-sama memiliki rudal hipersonik
Iran adalah tokoh baru dalam kontestasi produksi senjata. Tokoh yang lebih lama aktif dalam produksi senjata, termasuk negara pertama yang memiliki rudal hipersonik, adalah Rusia.
Beberapa bulan belakang ini, Iran dan Rusia meningkatkan produksi rudal hipersonik sekaligus mengklaim rudal tersebut akan sulit dipegat oleh segala jenis rudal yang sudah ada.
Baru dari klaim tersebut saja, Israel dan Ukraina sebagai target utama keduanya dibuat kelabakan. Hal ini tidak hanya menjadi masalah bagi Israel dan Ukraina, tapi juga negara-negara aliansi mereka.
Mei lalu, Rusia sudah menembakkan rudal hipersoniknya yang dinamai Kinzhal ke Ukraina.
Sedangkan Fattah, sudah siap diarahkan langsung menuju Tel Aviv, Israel yang kemungkinan dilakukan untuk mencegah potensi serangan Israel, karena rezim mereka punya program nuklir.
Iran sendiri beraliansi dengan Rusia dan telah mengirimkan ratusan hingga ribuan senjata dan drone untuk Rusia. Persenjataan tersebut digunakan untuk menyerang Ukraina. Sebagai balasannya, Iran menerima jet tempur Rusia yang bisa dimanfaatkan untuk menyerang Israel.
Ketika hubungan Iran dan Rusia semakin klop dengan segala kerja sama di bidang persenjataan, tidak begitu dengan Israel dan Ukraina.
Meskipun Amerika Serikat sudah menekan Israel untuk mempersenjatai Ukraina, Israel menolak. Israel bahkan enggan mengizinkan Ukraina untuk menggunakan sistem pertahanan udara Iron Dome milik Israel.