Sediksi.com – Pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat berdialog dengan Xi Jinping, Presiden Tiongkok dengan maksud meningkatkan stabilitas hubungan Amerika-Tiongkok (19/6).
Pertemuan keduanya di Beijing tersebut berhasil menunjukkan pada dunia bahwa ada potensi hubungan keduanya akan membaik, yang bisa berpengaruh pada menurunnya ketegangan politik antara negara-negara yang beraliansi dengan kedua negara besar ini.
Keesokan harinya, Joe Biden, Presiden Amerika Serikat menyebut Xi ‘diktator’ dalam kesempatan wawancara di acara penggalangan dana di California pada Selasa malam waktu setempat (20/6).
Biden: memalukan sekali ketika seorang diktator tidak tahu apa yang terjadi
Biden menghadiri acara penggalangan dana di California pada hari Selasa malam, yang sebagian besar partisipan dari acara tersebut adalah para pendukungnya dari Partai Demokrat (20/6).
Acara penggalangan dana tersebut diselenggarakan sebagai salah satu rangkaian kampanye karena Biden akan mencalonkan dirinya kembali sebagai Presiden Amerika Serikat di Pemilihan Umum (pemilu) tahun depan.
Tidak semua agenda dalam rangkaian kampanye Biden ditujukan untuk kampanye semata, Biden juga menyinggung isu lainnya.
Seperti kehadirannya di penggalangan dana di California yang mengangkat isu perubahan iklim pada hari Selasa tersebut, sambil berkampanye, Biden menunjukkan kepeduliannya pada tujuan acara dan mengumumkan akan mendanai proyek yang fokus pada perubahan iklim hingga 600 juta dolar Amerika.
Selain soal penggalangan dana, Biden juga menyinggung Xi di depan pendukungnya. Biden mengatakan bahwa Xi merasa malu akibat naiknya ketegangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok setelah balon mata-mata Tiongkok diledakkan oleh Amerika Serikat.
“Alasan Xi Jinping kesal balon dijatuhkan menggunakan dua mobil berisi perlengkapan mata-mata adalah, ia tidak tahu mobil itu ada di sana,” kata Biden dalam pidatonya.
“Memalukan sekali ketika seorang diktator tidak tahu apa yang terjadi,” lanjutnya.
Merusak citra pertemuan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dan Xi Jinping
Pada hari Senin, Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat berdialog dengan Xi di Aula Besar Rakyat, Beijing, tepat sehari sebelum Biden menyebut Xi ‘diktator’ (19/6).
Pertemuan yang disambut positif karena diharapkan bisa menjadi awal dari upaya menstabilkan kembali hubungan Amerika-Tiongkok itu, seketika berubah hanya dalam waktu 24 jam dengan pernyataan Biden tersebut.
Dalam dialog yang berlangsung selama 35 menit di gedung tersebut, baru satu jam kemudian pihak resmi negara mengumumkan informasi dan kesepakatan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok dari dialog tersebut.
“Kedua pihak setuju untuk melaksanakan kesepakatan bersama yang telah saya dan Presiden Biden setujui saat di Bali,” kata Xi dalam pertemuan tersebut melalui potongan video yang dirilis oleh CCTV penyiar negara.
Xi juga mengatakan bahwa pertemuan tersebut sudah menghasilkan kesepakatan untuk beberapa isu tanpa mengelaborasikan rinciannya.
“Saya berharap melalui kunjungan ini, Pak Sekretaris, Anda akan lebih banyak mengupayakan stabilitas hubungan Amerika-Tiongkok,” lanjutnya.
Kemudian, Antony dan pejabat Amerika lainnya menekankan bahwa melalui pertemuan ini, harapannya kedua negara membangun dan mempertahankan jalur komunikasi yang lebih baik.
Di pertemuan yang lebih awal antara Antony dengan pejabat tinggi Tiongkok, Amerika-Tiongkok sepakat untuk menseriuskan dialog, tapi minim pembuktian.
Dialog menjadi alot ketika dihadapkan pada isu terkait perdagangan, Taiwan, masalah hak asasi manusia di Tiongkok dan Hong Kong, dominasi pasukan militer Tiongkok di Laut Cina Selatan, sampai dengan soal perang Ukraina-Rusia.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dijadwalkan mengunjungi Tiongkok dari bulan Februari lalu
Antony selaku Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dijadwalkan melakukan kunjungan ke Tiongkok pada bulan Februari tahun 2023.
Kunjungan tersebut ditunda setelah Amerika Serikat menembak jatuh balon mata-mata atau pengawas Tiongkok yang terbang di atas wilayah Amerika Serikat pada 3 Februari lalu.
Kejadian ini seketika meningkatkan ketegangan antara Amerika Serikat dengan Tiongkok, dan berujung pada penundaan kunjungan Antony ke Beijing.
Kunjungan Antony ke Tiongkok ini membuatnya menjadi pejabat Amerika Serikat tingkat tertinggi yang mengunjungi Tiongkok sejak kepemimpinan Presiden Biden.
Terlepas dari ketegangan politik antara keduanya, kunjungan Antony ke Tiongkok ini juga sangat diantisipasi karena bertepatan dengan hubungan Amerika-Tiongkok yang semakin kritis.
Terkait kondisi ini, Menteri Luar Negeri Tiongkok menulis dalam sebuah pernyataan bahwa kunjungan Antony “perlu untuk menentukan pilihan apakah Amerika-Tiongkok akan menyelesaikan masalah dengan berdialog atau konfrontasi, kerja sama atau berkonflik.”