Sediksi.com – Prospek sepak bola perempuan dinilai akan semakin menanjak seiring dengan perkembangan signifikan cabang olahraga ini, setidaknya dalam 2 dekade terakhir.
Ia bukanlah fenomena baru dalam dunia kulit bundar. Jika merujuk pada sejarahnya, perempuan bahkan sudah cukup aktif memainkan olahraga ini sejak abad 19.
Meskipun hampir sama tuanya dengan sepak bola laki-laki, perkembangan sepak bola perempuan sendiri masih tertinggal sangat jauh, khususnya dari segi kualitas serta popularitas.
Memasuki abad 21, cabang olahraga ini selanjutnya mengalami perkembangan yang jauh lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Sepak bola perempuan saat ini terlihat lebih populer dan lebih berkualitas.
Terlepas dari perkembangan pesatnya, cabang olahraga ini tentu saja masih memiliki berbagai permasalahan yang harus dihadapi sebelum mampu mencapai popularitas yang lebih tinggi di tingkat global.
Di tengah-tengah berbagai momentum positif serta upaya untuk terus memajukan cabang olahraga ini, bagaimana kira-kira prospek sepak bola perempuan ke depannya? Simak ulasannya berikut.
Perkembangan Sepak Bola Perempuan
Sepak bola perempuan memiliki sejarah yang panjang dan kaya. Dimulai pada akhir abad ke-19, ketika perempuan mulai memainkan olahraga ini di beberapa tempat, seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Australia.
Namun, sepak bola perempuan menghadapi banyak tantangan dan hambatan, seperti stigma sosial, kurangnya sumber daya, dan bahkan larangan dari badan pengatur tertinggi.
Seperti pada tahun 1921 ketika Asosiasi Sepak Bola di Inggris (FA) melarang perempuan bermain di stadion yang terafiliasi dengan badan tersebut.
Ini dikarenakan bahwa permainan tersebut dianggap tidak cocok untuk perempuan. Larangan ini berlangsung secara bertahap dan baru benar-benar dicabut pada 1971, membuat prospek sepak bola perempuan mengalami penghambatan signifikan.
Terlepas dari kendala-kendala tersebut, sepak bola perempuan terus berkembang dan menyebar, terutama setelah diadakannya turnamen internasional pertama, seperti Piala Dunia Perempuan tidak resmi pada tahun 1970, dan Piala Dunia Perempuan resmi FIFA pada tahun 1991.
Dari sini prospek sepak bola perempuan semakin bergerak ke arah positif, seturut perkembangan popularitas, kualitas, pendanaan, serta profesionalisme.
Berbagai kompetisi, baik level klub maupun internasional, juga semakin dibenahi. Menurut FIFA, kini terdapat lebih dari 30 juta pemain sepak bola perempuan di seluruh dunia serta lebih dari 200 tim nasional perempuan.
Prospek Sepak Bola Perempuan dari Sisi Industri
Sepertinya halnya olahraga besar kebanyakan saat ini, sepak bola perempuan juga telah tumbuh menjadi salah satu industri menjanjikan.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai aspek ekonomi dan sosial, seperti pendapatan, sponsorship, media, merchandising, serta angka penonton.
Contohnya bisa dilihat pada Piala Dunia Perempuan 2019 di Prancis yang sukses menarik total penonton global sebanyak 1,12 miliar (meningkat 30 persen dari edisi sebelumnya) serta menghasilkan pendapatan sebesar 131 juta Dollars (meningkat 146% dari edisi sebelumnya).
Ini kemudian diikuti dengan kesuksesan Piala Dunia Perempuan 2023 yang diadakan di Australia dan Selandia Baru yang berhasil memecahkan berbagai rekor dari edisi 2019, baik dari jumlah kehadiran penonton di stadion, total penonton secara global, serta pemasukan.
Contoh di atas menjadi salah satu bukti cerahnya prospek sepak bola perempuan pada ranah industri, dan ini belum termasuk peningkatan komersial cabang olahraga ini di level klub.
Baca Juga: 5 Alasan Mengapa Sepak Bola Digemari Banyak Orang, Dampak serta Jangkauannya Tak Mengenal Batas!
Prospek Sepak Bola Perempuan secara Kualitas
Prospek sepak bola perempuan dari segi kualitas permainan juga semakin membaik dari tahun ke tahun, baik dari segi kemampuan teknik, fisik, maupun taktik.
Intensitas, jiwa kompetitif, serta keseruan yang ditampilkan juga semakin meningkat, yang terlihat pada turnamen-turnamen level tertinggi, baik di kancah internasional maupun klub.
Lagipula apa alasan semakin banyak orang yang menyaksikan laga-laga sepak bola perempuan jika bukan karena terhibur oleh kualitas para pemainnya di atas lapangan?
Anda bisa menengok aksi-aksi dari beberapa nama seperti Lauren James, Sam Kerr, Alexia Putellas, Wendie Renard, Lucy Bronze, Aitana Bonmati, dan masih banyak lagi, untuk mengetahui sudah sejauh mana perkembangan kualitas cabang olahraga ini.
Prospek Sepak Bola Perempuan dari Sisi Kesejahteraan Pemain
Meskipun sudah bergerak ke arah yang jauh lebih positif dari sebelumnya, sepak bola perempuan tetap memiliki berabagai tantangan yang perlu solusi konkrit serta keseriusan untuk mengatasinya.
Salah satu yang utama ialah terkait kesejahteraan para atlit cabang olahraga ini, baik dari sisi finansial maupun diri mereka sendiri.
Kesenjangan Upah
Masalah kesenjangan upah di antara laki-laki dan perempuan dalam sepak bola profesional memang menjadi isu yang terus disorot hingga saat ini.
Dikutip dari The Guardian, FIFA sebelumnya telah mencoba mengatasi persoalan ini dengan meningkatkan hadiah (prize money) Piala Dunia 2019 sebanyak dua kali lipat, menyentuh angka 30 juta Dollars.
Akan tetapi, angka tersebut hanyalah 7,5 persen dari total prize money yang diberikan pada sepak bola laki-laki. Belum lagi terkait sponsorship turnamen sepak bola perempuan yang masih tertinggal jauh.
Hadiah turnamen sekelas Piala Dunia memang menjadi sumber pemasukan utama para atlit ini. Pasalnya, masih banyak liga profesional perempuan yang menggaji pemainnya masih di bawah upah standar.
Sehingga, tidak mengherankan jika beberapa asosiasi sepak bola perempuan atau serikat pemain kemudian menggugat otoritas-otoritas tertinggi yang sebelumnya telah berjanji untuk mengatasi persoalan kesenjangan upah ini.
Baca Juga: 10 Pesepakbola dengan Bayaran Termahal di 2023: Ronaldo, Messi, dan Mbappe Tempati Urutan Teratas
Cedera ACL
Selain itu, masalah terkait kesejahteraan tubuh para pemain juga perlu mendapatkan perhatian khusus. Cedera anterior cruciate ligament (ACL) belakangan menjadi perbincangan serius karena menjadi momok menakutkan bagi keberlanjutan karir banyak atlit perempuan.
Mereka disebut-sebut lebih rentan mengalami cedera ini dibandingkan laki-laki karena berbagai alasan.
Di antaranya akibat faktor biologis, seperti perbedaan anatomi, hormon, dan massa otot. Sementara yang lainnya disebabkan faktor kondisi bermain, seperti jenis dan kualitas permukaan lapangan, perlengkapan bermain, kontak fisik, intensitas latihan, dan lain-lain.
Dikutip dari Sky News, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemain sepak bola perempuan 2,5-3,5 kali lebih rentan mengalami cedera ACL dibanding pemain laki-laki.
Pada tahun lalu, diperkirakan ada 195 pemain perempuan profesional yang diterpa cedera ACL, di mana beberapa dari mereka terpaksa harus mengubur mimipinya mengikuti turnamen akbar Piala Dunia Perempuan 2023.
Banyak pelaku sepak bola perempuan yang menyerukan agar penelitian dan pemanfaatan teknologi untuk menanggulangi persoalan cedera parah ini terus ditingkatkan.
Hal ini diharapkan dapat membantu upaya pencegahan serta mengatasi dampak fisik dan mental dari cedera ACL beserta cedera-cedera lainnya.
Selain itu, perbaikan kualitas latihan, fasilitas, serta perlengkapan bermain hingga ke tingkat akar rumput juga perlu lebih diperhatikan demi memastikan keberlanjutan karir para pemain sepak bola perempuan sejak usia dini.
Hal ini tentu saja membutuhkan keterlibatan serta komitmen dari semua pihak, utamanya otoritas tertinggi sepak bola, baik dari segi perencanaan, pendanaan, serta regulasi.