Kilas Balik Skandal Korupsi FIFA 2015: Sisi Tergelap Dunia Sepak Bola

Kilas Balik Skandal Korupsi FIFA 2015: Sisi Tergelap Dunia Sepak Bola

Skandal Korupsi FIFA

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Delapan tahun lalu, jagat sepak bola dihebohkan oleh serangkaian skandal besar yang melibatkan otoritas tertinggi olahraga ini, yaitu FIFA. Skandal korupsi FIFA menjadi headline panas di hampir sepanjang tahun 2015.

Tuduhan suap, penipuan, pencucian uang, pemerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) muncul, melibatkan beberapa pejabat tinggi dan eksekutif di organisasi tersebut. Beberapa penangkapan dilakukan, penyelidikan diluncurkan, dan reformasi dijanjikan.

Kasus-kasus tersebut menjadi tamparan sekaligus menunjukkan salah satu sisi tergelap olahraga yang begitu dicintai banyak orang ini. Lalu, bagaimana FIFA bisa menjadi begitu korup? Apa saja kasus-kasus memalukan ini yang terungkap? Bagaimana dampaknya bagi sepak bola dan para pemangku kepentingannya?

Berikut ulasan mengenai skandal korupsi FIFA yang terkuak pada 2015 lalu itu.

Latar Belakang

Kilas Balik Skandal Korupsi FIFA 2015: Sisi Tergelap Dunia Sepak Bola -
Gambar: Time

Meskipun sudah berlangsung berdekade-dekade lamanya, akar skandal korupsi FIFA pada 2015 dapat ditelusuri pada dua keputusan kontroversial yang dibuat oleh Komite Eksekutifnya di tahun 2010.

Mereka saat itu memberikan hak tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 kepada Rusia dan Qatar. Keputusan-keputusan ini selanjutnya menimbulkan kecurigaan akan adanya kecurangan dan penyuapan.

Sebab, kedua negara tersebut, khususnya Qatar, dianggap memiliki catatan hak asasi manusia yang buruk, tidak memiliki tradisi sepak bola yang kuat, kekurangan infrastruktur sepak bola yang memadai, serta memiliki kondisi cuaca ekstrem di negaranya.

Selain itu, FIFA juga dikritik karena kurangnya transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi dalam proses pengambilan keputusan. Presidennya saat itu, Sepp Blatter, telah berkuasa sejak tahun 1998 dan sudah menghadapi beberapa tuduhan pelanggaran dan salah urus.

Dia dituduh memanipulasi proses pemilihan, mengganggu penyelidikan, dan menyalahgunakan kekuasaannya. Presiden UEFA, Michel Platini, dan wakil presiden FIFA, Pangeran Ali bin Al Hussein, saat itu menentang kepemimpinan Blatter dan menyerukan reformasi.

Kasus-Kasus dalam Skandal Korupsi FIFA 2015

Kilas Balik Skandal Korupsi FIFA 2015: Sisi Tergelap Dunia Sepak Bola - w 800
Gambar: CNN

Skandal korupsi FIFA pada tahun 2015 melibatkan banyak aktivitas kriminal yang tersebar di beberapa benua dan melibatkan puluhan individu dan entitas. Berikut beberapa kasus yang paling menonjol.

14 Orang Didakwa

Pada bulan Mei 2015, Departemen Kehakiman Amerika Serikat mendakwa 14 orang, termasuk 9 pejabat atau mantan pejabat FIFA dan 5 eksekutif perusahaan, atas tuduhan pemerasan, tindakan kriminal lewat penggunaan sarana komunikasi (wire fraud), pencucian uang, dan penggelapan pajak.

Mereka dituduh menerima atau membayar suap lebih dari 150 juta Dollars sebagai imbalan atas hak media dan pemasaran untuk berbagai turnamen sepak bola di Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia.

Di antara mereka yang ditangkap adalah:

  • Jack Warner (mantan presiden CONCACAF)
  • Jeffrey Webb (mantan presiden CONCACAF dan wakil presiden FIFA)
  • Eugenio Figueredo (mantan presiden CONMEBOL dan wakil presiden FIFA)
  • José Maria Marin (mantan presiden CBF)
  • Nicolás Leoz (mantan presiden CONMEBOL)
  • Chuck Blazer (mantan sekretaris jenderal CONCACAF)
  • Rafael Esquivel (mantan presiden FVF)

Penyelidikan di Swiss

Selanjutnya di bulan yang sama, pihak berwenang Swiss membuka penyelidikan kriminal terkait pemberian hak tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 oleh FIFA kepada Rusia dan Qatar.

Mereka menyita dokumen dan data elektronik dari markas FIFA di Zurich dan memeriksa beberapa pejabat FIFA sebagai tersangka atau saksi. Mereka juga bekerja sama dengan pihak berwenang AS dan mengekstradisi beberapa orang yang didakwa untuk diadili di New York.

Skorsing Beberapa Pejabat

Pada Oktober 2015, Komite Etik FIFA menskorsing Sepp Blatter, Michel Platini, Jérôme Valcke (sekretaris jenderal FIFA) dari segala aktivitas yang berhubungan dengan sepak bola selama 80 hari.

Selain itu, terdapat beberapa nama lain yang juga diskorsing selama berbagai periode waktu, mulai dari dua bulan hingga seumur hidup, karena melanggar kode etik FIFA. Di antaranya ialah:

  • Chung Mong-joon (mantan wakil presiden FIFA)
  • Worawi Makudi (mantan presiden FAT)
  • Ángel María Villar (presiden RFEF)
  • Musa Bility (presiden LFA)
  • Harold Mayne-Nicholls (mantan presiden ANFP)
  • Amos Adamu (mantan anggota komite eksekutif FIFA)
  • Reynald Temarii (mantan presiden OFC)
  • Eduardo Li (mantan presiden FEDEFUTBOL)
  • Eugenio Figueredo
  • José Maria Marin

Mereka dinyatakan bersalah atas berbagai tuduhan seperti suap, konflik kepentingan, ketidaksetiaan, dan pemalsuan dokumen.

Dampak Skandal Korupsi FIFA 2015

Kilas Balik Skandal Korupsi FIFA 2015: Sisi Tergelap Dunia Sepak Bola - Protest against the World Cup in Copacabana %282014 06 12%29 12
Gambar: Wikimedia

Skandal korupsi FIFA di tahun 2015 memiliki dampak signifikan terhadap sepak bola dan para pemangku kepentingannya, antara lain:

Reputasi FIFA Semakin Menurun

Akibat peristiwa tersebut, reputasi dan kredibilitas FIFA menjadi rusak parah. Badan ini dianggap sebagai organisasi yang korup dan disfungsional, yang gagal menjunjung tinggi nilai-nilai dan prinsip-prinsip fair play, integritas, dan transparansi.

Banyak penggemar, pemain, pelatih, dan ofisial kehilangan kepercayaan dan keyakinan terhadap FIFA dan kepemimpinannya.

Reformasi Tata Kelola dan Struktur

Tata kelola dan struktur FIFA selanjutnya direformasi dengan mengadopsi serangkaian undang-undang dan peraturan baru yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi, dan demokrasi.

Beberapa perubahan penting yang dilakukan meliputi:

  • Pengurangan skala dan kekuasaan Komite Eksekutif
  • Memperkenalkan batasan masa jabatan dan pemeriksaan integritas bagi pejabat FIFA
  • Meningkatkan keterwakilan dan partisipasi perempuan dan kelompok minoritas
  • Membentuk komite audit dan kepatuhan independent, serta
  • Menetapkan kebijakan yang berlandaskan HAM

Perubahan Tampuk Kepemimpinan

Skandal Korupsi FIFA juga berujung pada berubahnya kepemimpinan FIFA. Sepp Blatter mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden pada Juni 2015, di tengah meningkatnya tekanan dari berbagai pemangku kepentingan.

Dia kemudian digantikan oleh Gianni Infantino, yang memenangkan pemilihan presiden pada Februari 2016. Infantino berjanji untuk memulihkan kepercayaan dan keyakinan terhadap FIFA dan melaksanakan reformasi yang disetujui oleh Kongres FIFA.

Status Tuan Rumah Piala Dunia

Hak tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 tetap tidak berubah, meskipun ada seruan dari beberapa pihak untuk mencabut atau memilih ulang hak tersebut.

FIFA kemudian dihadapkan pada pengawasan yang lebih ketat dan kritik atas penanganan badan tersebut terhadap latar belakang tuan rumah Piala Dunia, terutama mengenai pelanggaran hak asasi manusia dan masalah lingkungan yang dilaporkan di Rusia dan Qatar.

Proses Hukum Para Terdakwa

Proses hukum terhadap orang-orang yang didakwa terus berlanjut, karena beberapa dari mereka mengaku bersalah, sementara beberapa lainnya mengaku tidak bersalah. Ada juga dari mereka yang mau bekerja sama dengan pihak berwenang. Dan bahkan, ada di antara mereka yang masih buron.

Beberapa dari orang-orang ini dijatuhi hukuman penjara, denda, atau penyitaan, sementara beberapa lainnya masih menunggu persidangan, dan ada juga yang melakukan banding. Ada juga yang masih menghadapi tuntutan perdata dari pihak lain yang menuntut ganti rugi atau kompensasi.

Skandal korupsi FIFA pada 2015 merupakan salah satu skandal terbesar dan paling mengejutkan dalam sejarah sepak bola, bahkan dunia olahraga.

Hal ini menguak korupsi yang meluas serta sistemik di dalam badan sepak bola tertinggi beserta afiliasinya. Hal ini juga memicu serangkaian reformasi dan perubahan yang bertujuan untuk memulihkan integritas dan legitimasi FIFA.

Namun, skandal tersebut juga menimbulkan pertanyaan mengenai masa depan olahraga yang begitu dicintai ini. Persoalan tata kelola menjadi salah satu aspek utama yang harus diselesaikan.

Peran serta tanggung jawab FIFA bersama para pemangku kepentingannya dalam memastikan bahwa olahraga tersebut dimainkan dengan cara yang adil, etis, dan berkelanjutan merupakan tugas utama demi menciptakan iklim sepak bola yang benar-benar sehat.

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel