Asal-Usul Mitos Babi Ngepet: Muncul dari Ketimpangan Sosial Jaman Kolonial

Asal-Usul Mitos Babi Ngepet: Muncul dari Ketimpangan Sosial Jaman Kolonial

Asal-usul mitos babi ngepet

DAFTAR ISI

SediksiBabi ngepet adalah istilah yang mengacu pada makhluk mitos yang dapat berubah bentuk menjadi babi dan mencuri uang dari rumah-rumah orang.

Mitos ini sangat dikenal di Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Jawa yang tinggal di pulau Jawa. Namun, dari mana asal-usul mitos babi ngepet ini dan apa maknanya?

Selengkapnya mengenai asal-usul mitos babi ngepet akan dijelaskan dalam artikel ini, karena ini juga adalah mistos yang tumbuh dalam sejarah budaya masyarakat kita.

Asal-Usul Mitos Babi Ngepet

Asal-Usul Mitos Babi Ngepet: Muncul dari Ketimpangan Sosial Jaman Kolonial - Sistem Tanam Paksa Cultuurstelsel
Image from Pelajaran

Asal-usul mitos babi ngepet dapat ditelusuri kembali ke kepercayaan kuno tentang siluman, atau makhluk yang dapat berubah bentuk menjadi binatang atau manusia. Menurut beberapa sumber, siluman babi berasal dari Gunung Kawi, Malang, Jawa Timur.

Orang-orang yang ingin menguasai ilmu hitam babi ngepet harus bertemu dengan penjaga gunung dan mengorbankan salah satu anggota keluarganya.

Kemudian, mereka harus memakai rompi dan sujud untuk menjadi babi ngepet. Babi ngepet kemudian dapat mencuri uang dari rumah-rumah orang dengan menggosokkan tubuhnya ke dinding.

Namun, sumber lain yang lebih valid mengenai asal-usul mitos babi ngepet menghubungkan dalam sejarah kebudayaan kita, menunjukkan bahwa mitos babi ngepet justru dipengaruhi oleh masyarakat petani pada era kolonial, muncul dari praktik tanam paksa.

Langgengnya mitos babi ngepet berasal dari masyarakat pertanian, terkhusus mereka, petani yang hanya bisa hidup untuk memenuhi kebutuhan dasar saja pada era kolonial.

Christopher Reinhart, seorang sejarawan mengamini cerita bahwa ketakutan petani melihat rekan atau kaumnya yang menjadi kaya dianggap akan menambah kesukaran bagi mereka.

Pada masa itu, Ketika ada salah seorang petani atau kaum bumiputra yang tiba-tiba kaya, maka secara langsung akan menimbulkan kerucigaan diantaranya.

Orang kaya baru tersebut, biasanya akan berubah menjadi sang pemberi pinjaman kepada yang lain, atau pengijon (tengkulak) dan lain-lain, yang mana dapat mengendalikan hidup petani lainnya dari usaha yang dilakukan.

Oleh karena itu, masyarakat yang merasa diberatkan memainkan isu pesugihan. Isu ini dijadikan alat untuk memberikan citra atau pandangan yang buruk kepada orang-orang yang dianggap kaya mendadak ini.

Dilansir dari VOI, Reinhart mengatakan “untuk melindungi diri, orang kaya dilabeli oleh mereka (petani) sebagai orang yang menggunakan pesugihan. Mereka akan dianggap punya tuyul, jadi babi ngepet, atau bahkan bersekutu dengan setan”

Pandangan ini diyakinkan oleh seorang antropolog, George M.Foster dalam teorinya yang berjudul The Image of Limited Good.

Teori ini menjelaskan bahwa tanah itu tak dapat diperluas, yang berarti setiap usaha memperluas tanah maka akan mengurangi luas tanah orang lain. Teori itu menjelaskan seperti apa pandangan petani pada kala itu.

Orang tidak akan pernah menjadi kaya tanpa membuat orang lain menjadi miskin. Maka oleh karena pandangan tersebutlah, apabila ada salah satu orang diantaranya yang bekecukupan maka orang tersebut akan dicap sebagai penggandrung dunia gaib.

Anggapan pesugihan seperti ini, diturut dari akarnya dimulai ketika Hindia-belanda mulai menerapkan sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) sekitar tahun 1830-an sampai tahun 1870-an.

Kenapa Disimbolkan Sebagai Babi?

Mengenai asal-usul mitos babi ngepet, mengutip dari Historia, Satrio Dwicahyo seorang sejarawan mengatakan bahwa dipakainya binatang babi dalam pesugihan babi ngepet tersebut adalah lebih merujuk pada konteks kultural, ketimbang zoologi.

Kultural yang dimaksud adalah, dalam masyarakat agraris Jawa, babi dianggap binatang hama. Pada saat itu, babi atau celeng (sebutan dalam Bahasa Jawa) seringkali muncul ke ladang dan merusak pertanian.

Dari situlah babi dianggap atau disimbolkan sebagai musuh petani yang memiliki citra buruk. Anggapan ini tentu berbeda pada kultur daerah lain, Bali, maupun Papua atau daerah Indonesia Timur beberapa misalnya, menganggap babi sebagai asset sehingga dipelihara dengan baik.

Lalu pertanyaan selanjutnya dari asal-usul mitos babi ngepet ini adalah kenapa babi disimbolkan mencuri uang? Masih menurut Satrio Dwicahyo, praktik babi ngepet yang berorientasi pada pengumpulan kekayaan disebabkan oleh ketimpangan ekonomi.

Seperti yang diterangkan di atas tadi, sebelum adanya praktik tanam paksa saat itu masyarakat atau penduduk Jawa cenderung memiliki tingkat ekonomi yang sama, tapi setelah ada praktik tanam paksa mulai muncul ketimpangan ekonomi.

Dalam praktik tanam paksa itu, ada yang dirugikan besar-besaran dan beberapa justru ada yang sangat diuntungkan dari politik kolonial ini.

Maka untuk menyebut orang yang kaya dari krisis itu atau mereka yang menganggap dimiskinkan karena akibat orang-orang yang diuntungkan dari politik kolonial itu, maka mereka memakai isu babi ngepet untuk dikambinghitamkan.

Asal-usul mitos babi ngepet adalah salah satu dari banyak cerita menarik yang memperkaya cerita rakyat Indonesia. Ini menunjukkan bagaimana mitos dapat dipengaruhi oleh peristiwa sejarah, konteks sosial, dan nilai-nilai budaya.

Ini juga menunjukkan bagaimana mitos dapat digunakan sebagai bentuk ekspresi, dan komunikasi. Mitos babi ngepet mungkin tidak nyata, tetapi memiliki dampak nyata bagi orang-orang yang percaya atau menceritakannya.

Baca Juga
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel