Orang-orang Botak juga Dizalimi Budaya Pop

Orang-orang Botak juga Dizalimi Budaya Pop

Dunia (Pop Culture) Tidak Adil Kepada Orang-orang Botak
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Betul, memiliki rambut adalah sebuah privilese. Botak adalah sebuah ‘kekurangan’ dan Hollywood sebaiknya berhenti mengeksploitasi ‘kekurangan’ itu, dengan negatif pula.

Jon, pemilik akun YouTube DarkAntics, melancarkan protes pada industri film Hollywood. Pasalnya, Hollywood acapkali menjadikan orang botak sebagai penjahat atau tokoh dengan citra negatif.

“Saya botak, karenanya saya dianggap jahat atau entah bagaimana tercederai,” katanya dengan sinis.

“Ihwal ini dijejalkan oleh media, dan percayalah saya sepenuhnya mengharapkanmu untuk tetap diam di sana menikmati privilese rambutmu dan tak punya pemahaman soal bagaimana citra negatif disematkan secara sengaja pada orang botak.”

Saya masih muda, tetapi tampak lebih tua karena kebotakan. Itulah mengapa saya tertawa miris, dan setuju dengan pernyataan itu.

Betul, memiliki rambut adalah sebuah privilese. Botak adalah sebuah ‘kekurangan’ dan Hollywood sebaiknya berhenti mengeksploitasi ‘kekurangan’ itu, dengan negatif pula.

Sakit hati saya sebagai penonton setia Hollywood.

Sudah cukuplah iri hati pada orang di sekitar saya yang rambutnya masih lengkap entah itu lebat atau tipis sekalipun. Sudah cukup pula memendam malu saat menutupi kebotakan di kepala dengan bermacam penutup kepala demi menghindari tatapan orang lain ke arah kepala.

Hei, mata saya di bawah sini, bukan di jidat saya yang telah melebar ke belakang. Kepala saya yang botak ini sudah serupa aurat. Jangan lihat! Dosa!

Memangnya saya punya mata ketiga di jidat macam Tien Sin Han dari Dragon Ball, hah?!

Olok-olok pada karakter botak di budaya populer

Ah, Dragon Ball. Itu lagi. Serial itu sangat-sangat tidak adil bagi orang botak.

Kita sama-sama tahulah, siapa tokoh utama di situ maupun kenapa saya mendakwa Dragon Ball tak adil buat orang botak. Sekiranya belum, begini duduk persoalannya.

Tokoh utama Dragon Ball bernama Son Goku. Ia laki-laki berambut jabrik berwarna hitam yang berasal dari planet Vegeta dan sebuah bangsa bernama Saiya.

Dragon Ball adalah serial soal jagoan dan adu kekuatan. Tak perlu heran jika Goku sangat jago baku hantam.

Goku ini agak istimewa. Saat terdesak, ia akan mengaktifkan mode Super Saiya.

Di mode Super Saiya 1, rambut hitamnya akan berubah jadi pirang dan tubuhnya akan diselimuti aura kuning macam api yang membara.

Di mode Super Saiya 2, selain lebih kuat, tubuhnya akan dikelilingi energi seperti aliran listrik.

Mode Super Saiya 3 ini yang agak kelewatan. Ia tiba-tiba jadi gondrong, alisnya tiba-tiba hilang, tampak bengis, tetapi jadi lebih keren.

Karena apa? Yak, karena gondrong!

Tokoh-tokoh berkepala botak di Dragon Ball kebanyakan dicitrakan konyol dan jahat. Selain Tien Sin Han yang telah saya sebut di atas, ada Kuririn, sahabat baik Goku yang tidak terlalu pandai baku hantam, lemah, dan gampang mati.

Protagonis botak lainnya adalah Master Roshi, guru Goku yang cukup kuat tapi kurang disegani. Kenapa kurang disegani? Karena mesum.

Terlalu mesum sehingga tampak konyol. Negatif bukan?

Sebaliknya, antagonis botak di serial itu, tentu saja Frieza. Musuh utama Goku yang bahkan menjadi dalang kehancuran planet Goku. Frieza digambarkan sebagai sosok yang sangat-sangat jahat dan nyaris tidak manusiawi (yah, dia bukan manusia sih).

Penggemar budaya populer kerap membandingkan Goku dengan Superman. Sama-sama ‘alien’ yang punya kekuatan super, dan tidak botak pula!

Mari kita lihat contoh lainnya.

Tokoh botak jahat lain dari waralaba legend lain selain Dragon Ball adalah Lex Luthor, lawan abadi Superman dari Detective Comics (DC). Manusia botak jenius yang kaya raya dan memiliki kebencian mendalam kepada Superman.

Menurutnya, Superman yang kekuatannya nyaris tanpa tanding, justru akan membahayakan manusia meski Superman bertempur membela manusia saat ini. Luthor curiga, suatu ketika Superman akan berbalik melawan manusia, entah disengaja atau tidak disengaja.

Di beberapa cerita, kecurigaan Lex Luthor terbukti. Baginya, harus ada pihak yang bisa mengimbangi daya tempur Superman untuk keseimbangan dan juga langkah preventif.

Kecurigaannya persis dengan kecurigaan Batman pada Superman. Hanya saja, kecurigaan Luthor akhirnya bermuara pada kebencian. Meski kebenciannya itu dilandasi alasan yang masuk akal, ia sering digambarkan manipulatif, nirempati dan dingin.

Citra negatif? Tentu saja.

Cukup dengan waralaba Superman, mari menyeberang ke perusahaan lawannya, Marvel Comics.

Anda tentu tahu bagaimana penggambaran sosok Thanos. Botak ungu dari ras Titan. Di film-film Marvel Cinematics Universe (MCU), tidak digambarkan bagaimana penampilan ras Titan lain selain Thanos.

Di beberapa komik marvel, ras Titan lainnya digambarkan memiliki rambut. Hanya Thanos yang botak sedari lahir dan dianggap buruk rupa oleh orang tuanya sendiri hingga membuat mereka ketakutan.

Ya Tuhan, bahkan Thanos diperlakukan tidak adil sejak masih orok karena buruk rupa, dan ndilalah botak pula.

Masih banyak lagi tokoh-tokoh fiksi lain di dunia pop culture lain, entah serial, film, buku, game dan sebagainya, yang menggambarkan sosok tokoh botak dengan citra negatif.

Memang ada beberapa media yang menampilkan tokoh fiksi botak secara positif. Morpheus dari ‘The Matrix’ misalnya, digambarkan sebagai protagonis pendukung yang baik.

Cukup menghapus citra pada orang botak? Jelas tidak!

Orang botak sebagai tokoh utama, tetapi citranya sama saja

Orang botak sebagai tokoh utama? Cukup banyak.

Dwayne ‘The Rock’ Johnson yang botak nyaris selalu tampil sebagai tokoh utama di film-filmnya. Ada juga John McClane dari waralaba ‘Die Hard’. Tidak lupa pula Vin Diesel sebagai Dominic Toretto di waralaba tiada akhir ‘Fast & Furious’. Sedang di industri game, ada Kratos dari ‘God of War’.

Di dunia anime, ada Saitama dari ‘One Punch Man’ sebagai tokoh utama yang kuatnya keterlaluan sampai membuat dia bosan karena terlalu sering menang.

Dalam industri anime yang penuh dengan karakter-karakter keren berambut lebat, hebat nan keren, Saitama yang botak adalah sebuah antitesis sekaligus oase yang menyegarkan. Meski kepribadiannya digambarkan bodoh dan konyol, tetapi tak sepenuhnya negatif karena terkesan polos.

Orang-orang botak juga kerap jadi candaan di internet. Tengok saja olokan pada Deddy Corbuzier maupun Indro ‘Warkop’.

Kepala botak yang tidak digambarkan negatif barangkali cuma Upin dan Ipin. Tentu saja karena mereka adalah tontonan anak-anak, meski yang nonton tak hanya bocil. Mereka kudu jadi teladan bagi penonton utamanya.

Soal Upin dan Ipin ini yang bikin nelangsa. Tahukah Anda alasan mengapa Upin dan Ipin botak?

Karena bikin karakter botak itu murah dan tak ribet!

Tidak adil kan?

Editor: Rifky Pramadani J. W.
Penulis

Ilham Vahlevi

Penikmat Masa Muda
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel