Kenapa Penonton Bioskop Indonesia Norak, Sih?

Kenapa Penonton Bioskop Indonesia Norak, Sih?

bioskop Indonesia
006. Penonton Indonesia Norak pixabay min

Noraknya para penonton Indonesia di bioskop saat melihat aktor Indonesia di sebuah film hollywood. Padahal penampilan mereka hanya hitungan menit.

Penghujung 2015 lalu, jagad sosmed sempat ramai dengan perbincangan dengan munculnya istilah Polisi Skena. Latar belakangnya, seorang jurnalis salah satu majalah musik ternama berkomentar di salah satu foto instagram band asal Jakarta, Barasuara.

Ia mengkritik salah satu penonton dalam foto tersebut yang hanya berdiam diri, di tengah kerumunan penonton yang sedang moshing. Kolom komentar foto tersebut mengundang debat kusir bagi netizen lain yang ikut berkomentar hingga menjadi viral di kalangan penggemar skena musik arus pinggir tanah air.

Di tulisan singkat ini, saya akan memposisikan sama seperti Polisi Skena serupa si jurnalis majalah musik kenamaan tersebut, hanya saja dalam bentuk lain. Bukan sebagai penikmat musik skena arus pinggir, tapi sebagai penikmat dan penonton film-film Hollywood, sebagai polisi moral dalam menentukan standar bagaimana harusnya menonton film-film Hollywood.

Sebagai orang yang sudah ribuan kali menonton film-film Hollywood, (sebagian besar lewat Laptop pribadi sih). Saya sedikit terganggu di penghujung 2015 lalu dengan hingar bingar perbincangan Star Wars VII; The Force Awaken, di media sosial. T

Tiba-tiba saja, banyak orang fasih membicarakan Jedi, Light Saber, Stormtrooper, Darth Vader, dan suara ledakan di ruang angkasa (Ini yang lebih absurd, secara teori tak mungkin terdengar suara di ruang angkasa). Dan bagian yang paling norak menurut saya, ketika penonton Indonesia berteriak histeris menyambut munculnya The Raid Team (Iko Uwais, yang maha greget Mad Dog, dan Cecep Arif Rahman)

Penonton Bioskop Indonesia Adalah Pasar yang Menjanjikan

Kenorakan yang saya maksud, tentang respon kebanyakan penonton bioskop Indonesia ketika mengetahui ada orang Indonesia menjadi cameo di film Hollywood. Apresiasi dan pujian berlebihan mereka, tak sebanding dengan apa yang pemeran cameo asal Indonesia lakukan dalam film Hollywood.

Alih-alih bawa prestasi nasional atau bawa semangat nasionalisme, yang ada justru mereka menjadi alat perusahaan film-film Hollywood buat nyari untung segede-gedenya dari kenorakan kalian, wahai penonton norak!

Saya lebih senang penonton mengapresiasi, Iko Uwais cs. sebagai penata gerak tarung dalam Star Wars (mungkin ini masih debatable) dibanding diapresiasi sebagai cameo absurd yang muncul kurang dari satu menit, dialognya pun tak jelas. Ujung-ujungnya mereka dimakan sama monster Alien. Dan penonton dalam bioskop langsung histeris dan berteriak bangga. Tindakan sangat bodoh dan inlander sekali.

Tak ada nasionalisme yang dibawa oleh cameo-cameo Indonesia dalam Film Hollywood, seperti yang selalu diberitakan media-media Indonesia. Merupakan kebanggan perfilman Indonesialah, kemajuan bagi perfilman Indonesialah, dan tetek bengek pujian hiperbolis lainnya.

Sekali lagi saya ingatkan, itu cuma strategi pemasaran Disney buat narik penonton bioskop Indonesia. Sudah itu saja tujuan mereka.

Indonesia punya rekam jejak norak yang mengkhawatirkan, dalam mengapresiasi film-film Hollywood. Lihat dalam film Minions, hanya karena ada “terimakasih” diucapkan oleh salah satu tokoh Minion, ada Penonton berkomentar “wah Bahasa Indonesia sekarang mendunia!”.

Kalo saya sih tak terima dengan komentar itu, yang mengglobal tuh bahasa Minionnya bukan bahasa Indonesianya. Penonton Minion luar Indonesia kalo denger kata “terimakasih” yang diucapkan minion sama aja kayak kata-kata nirmakna minion yang lain.

Mengutip kata-katanya polisi skena dengan sedikit perubahan, “Adalah sebuah penghinaan bagi aktor Indonesia yang mencurahkan segala energinya saat tampil singkat di Film Hollywood jika direspons dengan harapan yang terlalu tinggi untuk kemajuan perfilman Indonesia.

Orang-orang seperti ini baiknya dialihkan saja. Apresiasi dan sanjungan berlebih mereka harusnya dialihkan ke film-film buatan anak negeri seperti film-film pendek, film-film indie, film-film dokumenter macam Indonesia Biru-nya Dandhy Laksono, agar lebih seru bagi perfilman arus pinggir Indonesia.

Kalau mau menikmati film Hollywood dengan cara norak, lebih baik nonton Brazzer, Bangbros, atau Vivid video saja.”

Lalu pertanyaannya, bagaimana seharusnya mengapresiasi orang-orang Indonesia yang bermain di produksi film-film Hollywood, agar terhindar dari stempel penonton norak macam polisi moral seperti saya?

Jawabnya, datang bioskop (tak harus di bioskop, download bajakannya lewat ganool atau  via torrent sah-sah aja), tonton (ingat, tonton aja diem gak usah ekspresif) dan lanjutkan kehidupan kalian seperti biasa. Kalian, penonton bioskop Indonesia norak, film Hollywood semakin untung.

Penulis
sdk-men-placeholder

Fadrin Fadhlan Bya

Berkacamata dan pemakai ear hook. Banyak yang bilang mirip Sholeh Sholihun.

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel