Sediksi.com – Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan diundang menjadi pembicara dalam Festival Belajaraya di Pos Bloc, Jakarta Pusat pada Sabtu, (29/7).
Tiga bakal capres (bacapres) itu menyampaikan pengalaman dan gagasannya soal pendidikan di Indonesia. Ketiganya memiliki sudut pandang yang berbeda yang bisa kita ketahui dan lihat dari pemikirannya soal guru dan pendidikan.
Apa saja poin yang mereka ajukan?
Pengalaman Prabowo soal Pendidikan dan Guru
Pada acara itu, Prabowo sebagai pembicara pertama membagikan pengalaman dan ingatannya mengenai sosok guru.
“Kalau pengalaman saya, dalam ingatan saya memang guru terbaik bagi saya guru yang paling bisa dikatakan paling keras, paling cerewet, paling banyak kasih PR,” katanya.
Berkat didikan seperti itu, Prabowo merasa para guru yang cerewet itu bentuk peduli dan mendorong ke potensi paling baik. Bukan berarti buruk, melainkan mereka ingin anak didiknya memperjuangkan apa yang harus diraih.
“Dalam perjalanan hidup saya selalu guru, pemimpin, atasan justru kadang-kadang yang paling keras mengejar kita, ini pengalaman saya dia yang menjadikan kita berhasil,” pikirnya.
Menteri Pertahanan itu, juga membicarakan pengalaman uniknya karena berada di tengah orang-orang muda saat menjadi pembicara. Ia merasa satu-satunya orang tua yang kelahiran 1951 di pertemuan tersebut.
Prabowo lalu membagikan masa mudanya yang dikelilingi dengan suasana perjuangan. Prabowo bercerita waktu kecil ia selalu dibawa ke Taman Makam Pahlawan dan disitu ia ditunjukkan tokoh/keluarganya yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan.
“Alam ini yang ikut mempengaruhi saya,” tandasnya.
Dari pengalaman masa mudanya itulah, ia menekankan pentingnya pendidikan sejarah yang menarik kepada generasi penerus.
Pandangan Ganjar soal Perilaku, Budi Pekerti dan Pendidikan
Berbeda dengan Prabowo, Ganjar menekankan bahwa pendidikan itu perilaku, budi pekerti, menghormati orang, dan menjaga integritas.
Ia juga membicarakan mengenai belajar hari ini digantikan oleh sekolah. Padahal menurutnya, tidak sekolah bukan berarti tidak belajar.
Ia mengajukan pendapat bahwa pendidikan tak seperti sekrup industri saja. Baginya, pendidikan lebih dari sekadar menciptakan kelas pekerja.
“Nggak cukup pendidikan itu hanya menciptakan maaf ya, seperti pabrik yang menciptakan orang nanti untuk bekerja, tidak. Karena mereka didik intelektualnya, emosionalnya, spiritualitasnya sehingga kelengkapan menjadi manusia akan jadi baik,” ujarnya.
Ganjar juga menekankan pentingnya sekolah yang menyenangkan. Gubernur Jawa Tengah itu merasa bahwa sekolah saat ini membuat stres, maka kerinduan akan sekolah menjadi kurang dan inilah pentingnya sekolah yang menyenangkan.
Dirinya juga berbagi bahwa guru membutuhkan ruang untuk berkespresi, baginya sudah banyak guru-guru hebat yang mau dan bisa menulis serta mengahsilkan buku. Hanya saja, ruang untuk berekspresi itu yang masih perlu ditambah.
Cara Pandang Anies Soal Guru dan Pendidikan
Di sisi lain, Anies berbicara tentang pengalamannya mengenai sosok guru yang ia jadikan panutan. Baginya, guru itu harus bisa menempatkan diri seperti teman.
“Guru yang menempatkan kita setara, guru itu juga berbicara dengan cara yang sama dengan kita, jadi guru-guru itulah yang terbangun hubungan dengan murid,” pungkasnya.
Baginya, suasana belajar yang rileks dan menyenangkan itulah kemudian bisa membuat orang yang akan belajar dan orang yang mengajari juga bersemangat. Berkat itulah suasana akan terbangun di antara guru dan murid.
Ia lantas merefleksikan diri saat melepas para pengajar muda yang mengikuti ‘Gerakan Indonesia Mengajar,’ sebuah gerakan pendidikan yang Anies dirikan pada tahun 2009 lalu.
“Refleksi ini ketika saya tugas di Indonesia Mengajar, ingat ya kalian di sana bukan jadi guru dari pengalaman saya, kalian itu jadi pemimpin di kelas itu, anak SD itu jujur betul kalau anda membosankan anda ditinggalkan,” ungkapnya.
Dari hal itu, Anies lantas menjelaskan bila bisa melihatnya sebagai interaksi antara leaders dan followers maka menjadi leaders adalah menjadi followers, begitu juga sebaliknya.
Pemimpin dan pengikut adalah kata yang tersemat bagi para pembelajar. Mereka saling belajar dari satu sama lain, bukan proses belajar yang satu arah.
“Maka jika berbicara semua guru semua murid itu satu paket, seperti leadership dan followership,” imbuhnya.