Sediksi.com – Secara umum, ciuman dianggap sebagai ekspresi sayang. Tapi kalau antar pemimpin negara yang melakukannya di depan publik, apa artinya?
Bisa jadi untuk mengekspresikan rasa sayang, bisa juga menunjukkan kedekatan. Tapi kenapa harus sampai ciuman?
Di hari ciuman internasional yang diperingati setiap 6 Juli ini, ada tiga kisah ciuman legendaris antar pemimpin dunia yang tertangkap kamera.
Ciuman persaudaraan sosialis
Ciuman persaudaraan sosialis adalah budaya cara pimpinan negara-negara komunis menyambut satu sama lain. Mereka melakukannya dengan cipika cipiki, dan di beberapa kejadian, mereka berciuman mulut dengan mulut sambil merangkul satu sama lain.
Budaya ciuman persaudaraan sosialis ini menjadi perhatian internasional ketika momen Erich Honecker dan Leonid Brezhnev, pemimpin komunis Jerman Timur dan Uni Soviet berpelukan dan berciuman mulut dengan mulut tertangkap kamera dalam rangka peringatan 30 tahun berdirinya Republik Jerman Timur.
Fotografer Regis Bossu adalah sosok yang mengabadikan momen tersebut pada tahun 1979, yang kemudian dikenal sebagai “The Kiss” dan menjadi inspirasi bagi karya seni legendaris lainnya.
Mural “Tuhan, Tolong Aku untuk Bertahan dari Cinta yang Mematikan ini” karya seniman Dmitri Vrubel tahun 1990, dilukis di Dinding Berlin yang tersisa setelah Jerman Barat dan Jerman Timur bersatu kembali pada 1989 dan memutuskan agar dinding pemisah kedua negara tersebut dihancurkan.
Selama Perang Dingin (1947-1991), budaya ciuman persaudaraan sosialis tidak hanya dilakukan oleh pimpinan utama negara-negara komunis, tapi juga umum dilakukan di tingkatan kepemimpinan yang lebih rendah.
Budaya menyambut pimpinan komunis dengan cara memeluk dan mencium di bibir ini semakin jarang dilakukan seiring dengan kekalahan Uni Soviet dalam Perang Dingin.
Kekalahan Uni Soviet sebagai pentolan negara komunis pada masa itu pun tidak hanya mencecer negara-negara komunis lainnya yang lebih kecil, tapi juga mengubah dinamika pola interaksi mereka.
Saat ini para pimpinan negara komunis menyambut pemimpin negara komunis lainnya dengan cara berjabat tangan, bentuk sambutan yang digunakan dan disetujui mayoritas orang di dunia.
Tapi juga bentuk sambutan yang dalam masa Perang Dingin, dianggap paling rendah dan bisa diartikan menunjukkan kedua pemimpin yang bersangkutan tidak memiliki hubungan yang dekat, atau bahkan ramah.
Kini, budaya menyambut pemimpin negara komunis dengan ciuman di bibir sudah tidak dilakukan, khususnya di acara-acara resmi atau tempat umum.
Namun tidak begitu bagi simpatisan komunis garis keras. Untuk beberapa dari mereka, budaya ini terus dilakukan.
Cipika cipiki ala Kanselir Jerman
Menyambut pimpinan negara dengan mencium dua pipi atau yang kita sebut cipika cipiki adalah budaya Kanselir Jerman. Kebiasaan ini tidak terbatas pada pimpinan Jerman saja, tapi juga sudah menjadi budaya bagi orang-orang Jerman sendiri.
Agak mengejutkan karena Jerman dikenal sebagai negara yang orang-orangnya kaku dan enggan mengekspresikan rasa sayang dengan sentuhan fisik, apalagi sampai cipika cipiki.
Tapi, orang Jerman tidak ragu untuk melakukan gestur tersebut dengan orang-orang yang disayangi, misalnya teman dekat.
Sehingga, cipika cipiki ala Kanselir Jerman dengan pemimpin negara lainnya bisa diartikan keduanya memiliki hubungan yang baik dan dekat.
Angela Merkel, Mantan Kanselir Jerman sering menyambut Presiden Prancis dengan cipika cipiki. Gestur tersebut sekaligus menunjukkan kedekatan Jerman dengan Prancis.
Selama masa kepemimpinannya pada periode 2005–2021, Presiden Prancis sudah berganti sebanyak tiga kali.
Dalam beberapa kesempatan, Angela Merkel menyambut mereka dengan kecupan di kedua pipi.
Obama dan Aung San Suu Kyi
Obama, Mantan Presiden Amerika Serikat mengecup pipi Aung San Suu Kyi, pemimpin oposisi Myanmar ketika mengunjungi rumahnya pada tahun 2012 di Yangon, Myanmar.
Gestur Obama tersebut rupanya cenderung mendapat respon yang kurang mengenakkan dari publik, khususnya warga Myanmar.
Sebab mencium di tempat umum bukan budaya Myanmar.
Saat itu terjadi, Suu Kyi secara spontan mundur yang kemudian dianggap sebagai respon alami warga Myanmar (Burma) terhadap situasi seperti itu, bahkan bagi mereka yang sudah lama tinggal di Barat.
Kejadian ini juga tidak menyinggung warga Myanmar karena mereka juga menyadari bahwa yang dilakukan oleh Obama adalah hal yang umum di Amerika Serikat.