Profil Jenderal Franco: Diktator Spanyol yang Jadi Bahan Saling Sindir Barcelona dan Real Madrid

Profil Jenderal Franco: Diktator Spanyol yang Jadi Bahan Saling Sindir Barcelona dan Real Madrid

Jenderal Franco

DAFTAR ISI

Sediksi.com – Akhir-akhir ini ada satu nama tokoh politik yang sedang hangat diperbincangkan khususnya oleh kalangan penikmat sepak bola. Nama Jenderal Franco, penguasa Spanyol pada masa kediktatoran, terseret akibat aksi saling sindir yang terjadi baru-baru ini antara Barcelona dan Real Madrid.

Barcelona belum usai dengan kasus suap kepada Jose Maria Enriquez Negreira, mantan wakil presiden Komite Wasit Spanyol. Klub asal Katalan itu kembali menggegerkan jagad dunia maya lewat presidennya Joan Laporta yang beberapa waktu lalu melangsungkan konferensi pers terkait kasus Negreira.

Dalam konferensi pers tersebut, Laporta menyebut bahwa Real Madrid lah sebagai tim yang selalu mendapatkan keuntungan alih-alih klubnya. Tak tinggal diam, hal ini memunculkan respon dari Madrid, sebagai klub yang dituduh oleh Laporta.

Menariknya, balasan dari Madrid berbentuk sebuah video singkat berdurasi sekitar 4 menit yang menyajikan fakta-fakta atau berita lampau tentang keterkaitan Barca dengan Jenderal Franco.

Sebelum lebih lanjut membasan perseteruan menarik antara kedua klub raksasa Spanyol ini, sebenarnya siapa sosok Jenderal Franco yang disebut-sebut oleh kedua klub dan kenapa hal ini menjadi seperti sebuah ‘aib’ bagi kedua klub. Mari simak profil dari Francisco Franco berikut.

Profil Jenderal Franco

Dikutip dari History, Francisco Franco merupakan seorang jenderal dan diktator yang memerintah Spanyol dari tahun 1939 sampai ajalnya yakni pada tahun 1975. Pria yang lahir pada tahun 1892 ini naik ke tampuk kekuasaan tertinggi saat perang saudara Spanyol yang menggulingkan Republik Kedua lewat pasukan nasionalisnya dengan bantuan Fasis Italia dan Nazi Jerman.

Perjalanan Sang Diktator

Bernama lengkap Francisco Franco y Bahamonde, lahir pada 4 Desember 1892, di sebuah kota kecil pesisir ujung barat laut Spanyol, yakni El Ferrol. Jenderal Franco menjalani masa mudanya dengan memilih sekolah menengah angkatan laut dengan keinginan mengikuti jejak ayah dan kakeknya yang berkarir sebagai militer angkatan laut.

Namun saat itu, perjalanan karir angkatan laut yang akan dirintis oleh Franco harus terhenti akibat ditangguhkannya penerimaan taruna Akademi Angkatan Laut karena pemerintah Spanyol pada saat itu sedang krisis kekurangan uang, tepatnya pada tahun 1907

Masih dikutip dari History, kelanjutan perjalanan karir Franco akhirnya memilih mendaftar akademi Infanteri di Toledo yang menghabisakan waktu 3 tahun untuk lulus dengan nilai di bawah rata-rata.

Perjalanan militer Franco begitu keras, ia mengajukan diri melawan pemberontakan Maroko yang pada saat itu masih dikuasai Spanyol. Franco di sana sampai tahun 1926, selamat dari perang dengan luka tembak di perut.

Setelahnya dia dianugrahi beberapa penghargaan dan promosi hingga menjadi jenderal pada umur 33 tahun, dimana Franco adalah terhitung jenderal termuda saat itu di seluruh daratan Eropa.

Kediktatoran militer yang dianut oleh Raja Alfonso yang memerintah antara tahun 1923 hanya bertahan sampai 1930, hingga berdirinya pemerintahan baru yang menggulingkan raja sebelumnya dari hasil pemilu tahun 1931. Pemerintahan yang sah tersebut disebut Republik Kedua.

Dikutip dari Tirto, fase terakhir dari Republik Kedua sebelum datangnya perang sipil adalah terdiri dan didukung oleh aliansi kiri, yang menang pemilu pada tahun 1936.

Perang pecah pada tahun yang sama saat aliansi kiri berkuasa, Francisco Franco yang memegang kepeminpinan melawan pemerintahan republik. Franco adalah orang pengganti, sebelumnya ia para perwira angkatan bersenjata dipimpin oleh Jenderal Jose Sanjurjo tapi tewas saat kecelakaan udara

Perang saudara dari kedua belah pihak didukung oleh masing-masing sekutu. Pasukan nasionalis yang dipimpin Franco mendapat bantuan dari rekan fasis yakni Italia dan Jerman, sedangkan dari pemerintahan Republik mendapat dukungan dari Uni Soviet.

Akhirnya perang saudara dimenangkan oleh para nasionalis pada 1937, dan lalu dengan perlahan mereka menduduki garis pantau utara dan berhasil memotong wilayah republik menjadi dua pada tahun 1938. Franco baru benar-benar berhasil menancapkan era kepemimpinannya pada tahun1939 dengan berhasil merebut Barcelona hingga Catalonia jatuh.

Mengutip dari Historia, sampai setelah peperangan tersebut yang ia menangkan atas bantuan dari Nazi Jerman dalam perang saudara, Jenderal Franco membalas budinya dengan bergabung dalam Blok Poros yang memberi restu dibentuknya satu divisi sukarelawan, Division Azul (Divisi Biru) dengan anggota mayoritas Fasis Spanyol (Falange)

Gagasan pembentukan sebuah divisi ini adalah bertujuan dalam pembentukannya untuk memerangi komunisme dan meningkatkan pengaruh Falange di Eropa.

Jejak Jenderal Franco di Sepak Bola Spanyol

Sekarang membahas keterlibatan atau jejak apa saja yang pernah melibatkan dictator fasis Generalisimo Francisco Franco ini dalam dunia sepak bola khususnya di Spanyol. Dikutip dari Historia, pengaruh politik dari Jenderal Franco pada bidang sepak bola menghasilkan kompetisi di luar liga yang dinamai Copa den Generalisimo yang dimulai pada tahun 1840.

Kompetisi yang merebutkan trofi Copa de los Campeones de Espana ini berformat laga tandang-kandang atau digelar dua leg, dengan pemenang saat itu adalah Atletico Aviacion atau kini dikenal Atletico Madrid, dan kompetisi ini hanya sekali digelar.

Baru ada kompetisi serupa lagi diadakan seusai Perang Dunia ke-2 dengan tajuk Copa de Oro Argentina yakni pertandingan perebutan juara antara pemenang liga dan pemenang Copa. Kompetisi itu akhirnya dimenangkan oleh Barcelona, dan sama seperti event sebelumnya, kompetisi ini hanya sekali saja dihelat.

Dua taun berselang baru ada lagi kompetisi anyar dengan nama Copa Eva Duarte de Peron. Kompetisi itu bertahan hingga tahun 1953.

Mengutip dari Heinz Duthel dalam biografi klub Barcelona, pentas sepak bola tadi syarat akan kecenderungan politis. Bagaimana tidak, kompetisi itu dihelat untuk mempererat hubungan persahabatan antara Jenderal Franco sebagai pemimpin Spanyol dengan Juan Peron, pemimpin sayap kanan Argentina.

Nama pentas Copa Eva Duarte de Peron sendiri juga sebagai bentuk penghormatan kepada Juan Peron dan istrinya yang bernama Eva Peron.

Persahabatan atau hubungan politik yang terjalin oleh kedua negara tersebut muncul karena Spanyol yang waktu itu sedang mengalami krisis pangan akibat diembargo oleh Amerika dan sekutunya di Eropa.

Peron melihat hal itu pun membantu Spanyol dengan mengirim 400 ribu ton gandu, 20 ribu ton daging, 120 ribu ton jagung dan kebutuhan pokok lainnya yang akhirnya menyelamatkan rakyat dari krisis tersebut.

Sepak bola tak begitu menarik minat Franco, kecuali sebagai kendaraan politik untuk melanggengkan kekuasaannya.

Jenderal Franco dalam Pusaran Rivalitas Barcelona dan Real Madrid

Kembali kepada permasalahan kedua klub paling sukses di Spanyol. Balasan video dari Madrid yang merespon tuduhan dari Laporta, menyajikan sebuah fakta dan berita lampau yang diangkat kembali.

Hal yang menyita perhatian publik adalah dalam video tersebut disebutkan kalau Barcelona pernah menganugerahkan lambang emas dan brilian kepada Jenderal Franco tersebut dan menjadikannya sebagai anggota kehormatan pada 1965.

Selebihnya juga Madrid menyebutkan bahwa tim asal Catalan itu pernah diselamatkan sebanyak tiga kali oleh Franco dari kebangkrutan.

Tuduhan Laporta tentang Madrid yang selalu dekat dengan kekuasaan dibalas oleh Madrid yang menyebutkan bahwa Barca pada saat kekuasaan Franco memenangkan 8 LaLiga dan 9 Copa del Rey sedangkan Madrid menjalani 15 tahun tanpa LaLiga pada waktu itu.

Nama Jenderal Franco agaknya memang memanaskan rivalitas Barcelona dan Real Madrid. Ia diungkit-ungkit untuk menunjukkan siapa yang ‘diuntungkan’ dari kekuasaan pemimpin fasis itu.

Mengutip cuitan Twitter @LaLigaLocalID, akun yang membahas berbagai hal tentang sepak bola Spanyol, beranggapan karena pemerintahan Franco itu dianggap aib bagi atau masa kelam dalam sejarah Spanyol sama seperti Hitler di Jerman

Oleh karena itu siapapun termasuk kedua klub tersebut pasti tak mau diasosiasikan dengan pemerintahan fasis tersebut atau tak mau mengaku bahwa pernah ada hubungan dengan Jenderal Franco.

Lebih lanjut dikatakan bahwa sebenarnya siapapun pasti pernah punya hubungan atau keterlibatan dengan Franco, mengingat posisinya sebagai penguasa Spanyol saat itu.

Walau pun begitu, mengutip laporan dari PanditFootball, banyak klub Spanyol membentuk Sunyol Supporting usai kematian presiden Barcelona, Josep Sunyol. Ia ditembak mati oleh pasukan Franco pada Agustus 1936 sebelum Franco memenangi perang sipil. Batalion itu ditujukan untuk bersama-sama melawan fasisme.

Kini, nama Franco kembali menyeruak dalam perbincangan soal rivalitas Barcelona dan Real Madrid. Menarik melihat bagaimana dua klub raksasa itu terus mencoba saling menjegal di luar lapangan.

Cari Opini

Opini Terbaru
Artikel Pilihan

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-artikel-retargeting-pixel