Balasan Kepada Pemain Mobile Legends: Sampai Kapan Mau Kesepian?

Balasan Kepada Pemain Mobile Legends: Sampai Kapan Mau Kesepian?

Balasan ke Pemain Mobile Legends
Ilustrasi oleh Ahmad Yani Ali

Main ML, nge-wibu, sok edgy biar dibilang indie, atau nge-fans K-Pop jelas bukan bagian dari kebutuhan hidup jika dilakukan secara berlebihan dan adiktif. Menerima bahwa manusia itu ‘dikutuk’ oleh kesepian bukan berarti pasrah menerima nasib begitu saja.

Tulisan ini saya persembahkan untuk mengapresiasi opini A. Arfrian soal Mobile Legends yang menurut saya, sangatlah lebay.

Dear saudara A. Arfrian yang budiman namun kesepian, dari sekian banyak cara (baca: tinder, tantan, bumble, dan semacamnya) untuk menghalau rasa sepi, saudara malah memilih main ML dan membusuk di bangku paling pojok warung kopi. Lantas mengutuk nasib dengan merasa menjadi orang paling kesepian di dunia ini?

Sangat disayangkan. Ehh tapi nggak apa-apa sihh. Kamu tidak sendiri kok.

Statista mencatat, di zaman di mana terkoneksi dengan orang lain begitu mudah, jumlah orang yang merasa kesepian justru mencapai sepertiga dari populasi orang dewasa di seluruh dunia. Ironis, kan? Kita semua bersama-sama, tapi dalam kesepian.

Meski belum digolongkan ke dalam penyakit mental, namun kesepian merupakan sumber sekaligus gejala kesehatan mental, terutama depresi. Menurut riset, kesepian juga berdampak langsung terhadap kondisi fisik berupa penurunan fungsi kognitif, penyakit jantung, darah tinggi, obesitas, alzheimer, bahkan kematian.

Jadi ungkapan Chairil Anwar “mampus kau dikoyak-koyak sepi” memanglah benar. Sepi dapat membunuhmu, secara harfiah dan bukan kiasan.

Oleh karenanya, daripada kamu terus menderita bermain Mobile Legends yang MMR-nya nggak seberapa itu, mari ngobrol dengan saya lewat tulisan ini.

Kesepian Alarm Kebutuhan Dasar yang Harus Dipenuhi

Merasa kesepian itu sama wajarnya dengan merasa lapar, merasa ngantuk, atau merasa sange. Semuanya merupakan kebutuhan dasar, yang apabila tidak terpenuhi menjadi alarm berupa rasa tidak menyenangkan oleh tubuh kita. Hal itu berfungsi agar kita dapat terus melanjutkan hidup. Termasuk perasaan kesepian yang mendorong manusia untuk berhimpun, memiliki relasi intim dengan pasangan, dan bersosialisasi.

Main ML, nge-wibu, sok edgy biar dibilang indie, atau nge-fans K-Pop jelas bukan bagian dari kebutuhan hidup jika dilakukan secara berlebihan dan adiktif. Menerima bahwa manusia itu ‘dikutuk’ oleh kesepian bukan berarti pasrah menerima nasib begitu saja.

Mengamplifikasi rasa sepi dan mensugesti diri untuk terus kesepian bisa menciptakan echo chamber effect untuk diri kita. Dan menurut saya, orang-orang semacam itu adalah manusia masokis sekaligus egois. Masokis karena terus-terusan merasa nyaman disiksa dan egois karena seakan dunia berputar di sekelilingnya.

Yang Kesepian, Yang Melawan

Mari sedikit berimajinasi. Kita semua pastinya tahu kisah Adam dan Hawa, manusia pertama. Setelah diturunkan ke bumi, Adam perlu waktu 300 tahun sebelum bertemu Hawa. Saya yakin pasti ada rasa kesepian yang kadang menyelinap pada malam-malam sepi Adam maupun Hawa dalam masa pencariannya.

Selama rentang itu, berapa kali Adam atau Hawa kepikiran untuk menyerah saja, memilih rebahan dan menerima nasib bahwa ia dan Hawa memang dikutuk untuk selamanya terpisah?

Nggak ada yang tau siihh, kan lagi berimajinasi hehe. Yang jelas Adam dan Hawa akhirnya bisa bertemu dan beranak pinak sampai melahirkan semua orang di dunia ini. Termasuk dirimu yang sedang bermain Mobile Legends.

Mungkin, kesepian yang kamu rasakan itu tak jauh beda dengan apa yang dirasakan oleh Adam dan Hawa dulu. Namun Adam menolak nasib bahwa ia berpisah dengan Hawa.

Kita juga bisa belajar dari para tokoh pendiri bangsa. Misalnya Sutan Sjahrir yang dilanda kesepian karena diasingkan ke Banda Neira. Dari kesepian itu beliau malah mengadopsi anak-anak terlantar, berdagang, dan memberdayakan pendidikan masyarakat sekitar.

Atau Bung Hatta yang sempat menjadi temperamen setelah dibuang ke Digoel. Namun beliau memilih untuk menulis buku dan memberikan pengajaran filsafat, sejarah, dan ekonomi kepada tahanan lain.

Misalnya lagi kisah Mpu Prapanca yang dipecat dan mengasingkan diri ke Desa Kamalasana. Awalnya ia merasa terasing dan kesepian di desa itu. Namun, seiring ia bertapa sambil menulis, lahirlah Kitab Nagarakrtagama dari kesepiannya.

Sejarah mencatat orang-orang yang bangkit melawan serta mereka yang menolak nasib buruk. Hanya pengecutlah yang merasa nyaman bersembunyi di balik alasan bahwa takdir sudah digariskan.

Artinya, menerima rasa kesepian tidak berarti duduk diam dan pasrah. Dari situ saya belajar bahwa kita semua punya pilihan. Masa depan hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang melawan. Dalam hal ini, kesepian adalah jalan sekaligus bayaran dalam mengompensasi sebuah progres kehidupan.

Seperti Push Rank, Kesepian Harus Dibayar Tuntas

Kesepian identik dengan perasaan terasing, sendirian, terisolir, hampa, atau ketidakmampuan. Namun nenek moyang kita meninggalkan perspektif yang sangat berbeda dalam bahasa yang diwariskan: kasunyatan, solitude, nyepi, tapa, suwung, atau manunggal. Bukankah menakjubkan bagaimana cara nenek moyang kita dalam menyiasati perasaan sepi dan mengubahnya menjadi kebijaksanaan?

Bahkan dalam banyak ajaran, kesepian terafiliasi dengan simbol menuju kesempurnaan atau usaha meraih level yang lebih tinggi. Misal dalam ajaran animisme kapitayan yang mensyaratkan pertapaan demi kebijaksanaan, kisah soal bikkuni yang menempuh jalan kesunyian, cerita soal Yesus yang rela menanggung dosa umatnya dalam kesendirian di tiang salib, atau soal bagaimana wahyu turun kepada Muhammad lewat kesunyian di lambung goa yang gelap dan sunyi.

Kita memang mewarisi perasaan kesepian dari nenek moyang kita. Tapi kita juga mewarisi kebijaksanaan lewat kesadaran yang lahir dari kesepian.

Karena bisa jadi, pengertian bertapa atau mensunyikan diri tidaklah pasif seperti yang kita tahu selama ini. Namun justru adalah mengambil tindakan dan berbuat. Bahkan walaupun gagal mengatasi kesepian kita sendiri, setidaknya kita belajar bagaimana memahami manusia lain.

Memahami berarti bertindak. Maka hal-hal kecil semacam menemani ngopi teman yang baru putus, mendengarkan curhatan orang lain, dan memberikan pujian kecil jika ada teman yang menang ML adalah upaya menjadi manusia. Sekalipun kita sendiri sedang diselimuti kesepian, apa salahnya berbuat baik dan menjadi orang pertama yang mengulurkan tangan duluan?

Maka harapan saya, sehabis pulang kerja nanti, selain menyalakan rokok, menyalakan hape, nyalakan juga api perlawanan dalam dadamu.

Maksud saya, lakukanlah hal-hal yang membuatmu semangat, bergairah menjalani hidup. Bagaimanapun, saya adalah salah satu pembaca yang menggemari dan menantikan tulisanmu di sediksi.com.

Kalaupun kamu ingin bermain ML, bermainlah dengan perasaan dendam akan kemenangan buat push rank, bukan dengan maksud melarikan diri dari nasib. Jangan menjadi seperti teman saya yang lain, yang memainkan ML karena ingin menghidari pekerjaan yang tidak diselesaikan.

Atas nama kesepian, viva la vengeance!

Editor: Rifky Pramadani J. W.
Penulis
Rizqi Nurhuda Ramadhani Ali

Rizqi Nurhuda Ramadhani Ali

Ilustrator Sediksi
Topik

Kuesioner Berhadiah!

Dapatkan Saldo e-Wallet dengan total Rp 250.000 untuk 10 orang beruntung.​

Sediksi.com bekerja sama dengan tim peneliti dari Magister Psikologi Universitas Gadjah Mada sedang menyelenggarakan penelitian mengenai aktivitas bermedia sosial anak muda. 

Jika Anda merupakan Warga Negara Indonesia berusia 18 s/d 35 tahun, kami mohon kesediaan Anda untuk mengisi kuesioner yang Anda akan temukan dengan menekan tombol berikut

Sediksi x Magister Psikologi UGM

notix-opini-retargeting-pixel